Wednesday 8 August 2018

KONSEP STRES

PSIKOSOSIAL DAN BUDAYA DALAM KEPERAWATAN
KONSEP DASAR STRES

SEMESTER 3
YHENTI W, S.KEP.,M.KES.,NERS

ANDINI MARTINA PRATIWI     201602005
AUDRIA ERSANANDA                 201602006
CELESTINO DO CARMO             201602009
MARIA RATU ROSARIA             201602032
RUFINA PUSPITA DEWI             201602044
RUTH JULITA NABU                    201602046
STEVEN YHOGA PRATAMA     201602048

PROGRAM ILMU KEPERAWATAN
STIKES KATOLIK ST.VINCENTIUS A PAULO
SURABAYA
2017

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala rahmatNYA sehingga makalah yang berjudul “Konsep Dasar Stress” dapat tersusun hingga selesai. Tidak lupa saya ucapkan banyak terimakasi kepada dosen pembimbimbing materi.
Dan harapan saya semoga makalah ini bermanfaat dan dapat menambah pengetahuan bagi pembaca, untuk ke depannya. Kerena kererbatasan pengetahuan dan pengalaman saya , saya yakin masih banyak kekurangan dalam makalah ini. Oleh karena itu saya mengharapkan saran kepada pembaca untuk membangun kesempurnaan makalah ini.


Surabaya, Agustus 2017



DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR............................................................................................. ii
DAFTAR ISI........................................................................................................... iii
BAB I PENDAHULUAN........................................................................................ 1
1.1 Latar Belakang..................................................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah...................................................................................................
1.3 Tujuan.....................................................................................................................
BAB II TINJAUAN PUSTAKA..............................................................................
2.1 Pengertian Stress Adaptasi.....................................................................................
2.2 Model Stress...........................................................................................................
2.3 Psikologi Stress.......................................................................................................
2.4 Tahapan Stress........................................................................................................
BAB III PENUTUP...................................................................................................
3.1 Kesimpulan.............................................................................................................
3.2 Saran.......................................................................................................................

DAFTAR PUSTAKA................................................................................................ 

BAB I
PENDAHULUAN
1.1         Latar Belakang
Dunia kini mengalami kemajuan yang begitu pesat, mau dalam bidang ekonomi maupun dalam SDM nya. Hal ini dikarenakan masing-masing negara berlomba lomba meningkatkan infrastruktur  pembangunan negara. Oleh karena itu manusia juga di tuntut untuk mampu menangani berbagai masalah dan persoalan dalam eraglobalisasi.
Tidak lepas dari hal ini, manusiapun harus selalu menyesuaikan diri dengan kehidupan dunia yang selalu berubah-ubah. Sebagaimana manusia ada pada suatu ruamg dan waktu, hal ini merupkan hasil dari interaksi antara jasmani, rohani dan lingkungan. Tiga unsur tersebut saling mempengaruhi satu dan yang lain. Dalam segala masalah, manusia haruslah mempertimbangkan ketiga unsur tersebut sebagai suatu keseluruhan (holistic) sehingga manusia di sebut makhluk somatic-psiko-sosial. Oleh sebab itu, apabila salah satu unsur tersebut mengalami gangguan maka menimbulkan penyesuaian terhadap gangguan yang di terima. Misalnya gangguan terjadi pada jasmani, akan menimbulkan usaha penyesuaian secara fisik (somatic) dan sebaliknya ada gangguan pada unsur rohani, akan menimbulkan usaha penyesuaian secara psikologis. Usaha ini dilakukan organisme untuk mengatasi stress yang nantinya akan terjadi agar terbentuknya keseimbangan yang terus menerus dan tetap mempertahankan hidup (homeostasis).
Sumber gangguan dari ketiga unsur ini adalah stress. Stress merupakan suatu kondisi yang menekan keadaan psikis seseorang dalam mencapai suatu kesempatan dimana untuk mencapai suatu kesempatan tersebut terdapat batasan atau penghalang (Robbins, 2001). Ataupun adanya ketidak seimbangan antara tuntutsn fisik dan psikis dan kemampuan memenuhi kebutuhan tersebut akan berdampak krusial (Weinberg dan Gould, 2003).
Dengan kata lain stress dapat menghambat laju perkembangan seseorang, mulai dari segi fisik, psikis mapun rohani. Stress juga dapat di pengaruhi dari ketidak mampuan atau kondisi dimana seseorang tersebut tertekan akan suatu keadaan yang dapat mengganggu dan menghambat manusia tersebut dalam  bersosialisasi mapun dalam produktifitas manusia.
1.2         Rumusan Masalah
1.3         Tujuan
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1         Pengertian Stress Adaptasi
Stress merupakan istilah yang berasal dari bahasa latin “stingere” yang berarti “keras”(stricus). Menurut Mc Nermey dalam Grenberg (1984), menyebutkan stress sebagai reaksi fisik, mental, dan kimiawi dari tubuh terhadap situasi yang menakutkan, mengejutkan, membingungkan, membahayakan, dan merisaukan seseorang. Sedangkan menurut Dadang Hawari, istilah stress dan depresi seringkali tidak dapat dipisahkan satu dengan lainnya. Setiap permasalahan kehidupan yang menimpa pada diri seseorang (stressor psikososial) dapat mengakibatkan gangguan fungsi/faal organ tubuh. Oleh karena itu, dalam diri manusia antar fisik dan psikis (kejiwaan) tidak dapat dipisahkan satu dengan lainnya sebagai suatu kesatuan. Reaksi kejiwaan lainnya yang erat hubungannya dengan stress adalah kecemasan (anciety).
Kecemasan dan depresi merupakan dua jenis gangguan kejiwaan yang satu dengan lainnya saling berkaitan. Manifestasi depresi tidak selalu dalam bentuk keluhan-keluhan kejiwaan, tetapi juga bisa dalam bentuk keluhan fisik. Faktor-faktor psikososial cukup mempunya arti bagi terjadinya stress pada diri seseorang. Menurut Hans Selye, seorang ahli fisiologi dan tokoh di bidang stress yang tertemuka dari Universitas Montreal, merumuskan stress sebagai berikut “stress adalah tanggapan tubuh yang sifatnya non spesifik terhadap tuntutan atasnya”. Manakala tuntutan terhadap tubuh itu berlebihan, maka hal ini dinamakan distress. Tubuh akan berusaha menyelaraskan rangsangan atau manusia akan cukup cepat untuk pulih kembali dari pengaruh-pengaruh pengalaman stress. Manusia mempunyai suplai yang baik dari energy penyesuaian diri untuk dipakai dan diisi kembali bilamana perlu.

2.2         Model Stress
Model Stress Berdasarkan Stimulus
Model stimulus berdasarkan pada analogi sederhana dengan hukum elastisitas Hooke menjelaskan hukum elastisitas untuk menguraikan bagaimana beban dapat menimbulkan kerusakan. Pendekatan model stimulus ini menganggap stress sebagai ciri-ciri dari stimulus lingkungan yang dalam beberapa hal dianggap menganggu atau merusak, model yang digunakan pada dasarnya adalah stressor eksternal akan menimbulkan reaksi stress atau strain dalam diri individu. Hal ini memandang stress tanpa suatu tuntutan yang beralasan, pasti mendatangkan stress tanpa memandang bagaimana sumber daya individu. Kelemahan dari model stimulus ini adalah krgagalannya dalam memperhitungkan cara orang menyatakan realita dari stimulus lingkungan terhadap respon. Misalnya, beberapa perawat menyatakan bahwa bekerja di lingkungan Rumah Sakit Jiwa memberikan tantangan, sementara perawat lain menyatakan hal ini merupakan lingkungan pekerjaan yang selalu menimbulkan stress.
Model Stress Berdasarkan Respon
Model ini mengidentifikasi stress sebagai respon individu terhadap stressor yang diterima. Selye (1982) menjelaskan stress sebagai respon non spesifik yang timbul terhadap tuntutan lingkungan, respon umum ini disebut sebagai General Adaption Syndrome (GAS) dan dibagi dalam tiga fase yaitu : fase sinyal, fase perlawanan, dan fase keletihan. Reaksi alarm merupakan respon siaga (fight or flight). Pada fase ini terjadi peningkatan cortical hormone, emosi, dan ketegangan. Fase perlawanan terjadi bila respon adaptif tidak mengurangi persepsi terhadapa ancaman, reaksi ini ditandai oleh hormone cortical yang tetap tinggi. Sedangkan reaksi kelelahan yaitu perlawanan terhadap stress yang berkepanjangan mulai menurun, fungsi otak tergantung oleh perubahan metabolism, system kekebalan tubuh menjadi kurang efisien dan penyakit serius mulai timbul pada saat kondisi menurun.
Model Stress Berdasarkan Trabsaksional
Pendekatan ini mengacu pada interaksi yang timbul antara manusia dan lingkungannya. Studi yang berlandaskan pada pendekatan ini menyimpulkan bahwa kita tidak akan dapat memprediksian penampilan seseorang hanya dengan mengenali stimulus, individu bervariasi dalam menyesuaikan diri dengan lingkungannya yaitu dengan melakukan koping terhadap berbagai tuntutan. Tiga tahap dalam mengukur potensial yang mengandung stress yaitu pengukuran suatu situasi potensial mengandung stress. Yang pertama pengukuran primer yaitu menggali persepsi individu terhadap masalah saat ia menilai tantangan atau tuntutan yang menimpanya. Yang kedua pengukuran sekunder yaitu mengkaji kemampuan seseorang atau sumber-sumber tersedia diarahkan untuk mengatasi masalah. Yang ketiga pengukuran tersier adalah yang berfokus pada perkiraan keefektifan perilaku koping dalam mengurangi dan menghadapi ancaman.
2.3         Psikologi Stress
Stressor psikososial adalah setiap keadaan atau peristiwa yang menyebabkan perubahan dalam kehidupan seseorang (anak, remaja, atau dewasa), sehingga orang itu terpaksa mengadakan adaptasi atau menanggulangi stressor yang timbul. Namun, tidak semua mampu mengadakan adaptasi dan mampu menanggulanginya, sehingga timbulah keluhan-keluhan kejiwaan, antara lain depresi. Pada umumya jenis stressor psikososial dapat digolongkan sebagai berikut:
a.              Perkawinan
Berbagai pemasalahan perkawinan merupakan sumber stress yang dialami seseorang. Stressor perkawinan ini dapat menyebabkan orang jatuh dalam depresi dan kecemasan.
b.             Problem Orangtua
Permasalahan yang dihadapi orang tua, misalnya tidak punya anak, kebanyakan anak kenakalan anak, anak sakit, dan lain sebagainya. Permasalahan tersebut di atas merupakan sumber stress yang pada gilirannya seseorang dapat jatuh dalam depresi dan kecemasan.
c.              Hubungan Interpersonal (Antarpribadi)
Gangguan ini dapat berupa hubungan dengan kawan dekat yang memilik konflik. Konflik hubungan interpersonal ini dapat merupakan sumber stress bagi seseorang, dan yang bersangkutan dapat mengalami depresi dan kecemasan karenanya.
d.             Pekerjaan
Masalah pekerjaan merupakan sumber stress kedua setelah masalah perkawinan. Banyak orang menderita karena pekerjaan ini, misalnya pekerjaan terlalu banyak, pekerjaan tidak cocok, kehilangan pekerjaan (PHK), dan lain sebagainya.
e.              Lingkungan Hidup
Kondisi lingkungan yang buruk besar pengaruhnya bagi kesehatan seseorang, misalnya soal perumahan, penggusuran, dan lain sebagainya. Arsa tercekam dan tidak merasa aman ini amat mengganggu ketenangan dan ketentraman hidup, sehingga tidak jarang orang jatuh kedalam depresi dan kecemasan.
f.              Keuangan
Masalah keuangan (ekonomi yang tidak sehat) amat berpengaruh pada kesehatan jiwa seseorang dan seringkali masalah keuangan ini merupakan faktor yang membuat orang jatuh dalam depresi dan kecemasan.
g.             Hukum
Keterlibatan seseorang dalam masalah hukum dapat merupakan sumber stress pula, misalnya tuntutan hukum, penjara, dan lain sebagainya. Stress dibidang hukum ini dapat menyebabkan seseorang jatuh dalam depresi dan kecemasan.
h.             Perkembangan
Masalah perkembangan baik fisik maupun mental seseorang. Kondisi perubahan fase-fase yang dialami untuk sebagian individu dapat menyebabkan depresi dan kecemasan; terutama pada mereka yang mengalami menopause dan usia lanjut.
i.               Penyakit Fisik atau Cidera
Dalam hal penyakit yang banyak menimbulkan depresi dan kecemasan adalah penyakit kronis, jantung, kanker, dan sebagainya.
j.               Faktor Keluarga
Yang dimaksud disini adalah fator stress yang dialami oleh anak dan remaja yang disebabkan oleh kondisi keluarga. Antara lain;
1.      Hubungan kedua orang tua yang dingin, atau penuh ketegangan, atau acuh tak acuh.
2.      Kedua orang tua jarang di rumah dan tidak ada waktu untuk bersama dengan anak-anak.
3.      Komunikasi antara kedua orang tua dan anak yang tidak baik.
4.      Kedua orang tua berpisah atau bercerai.
5.      Salah satu orang tua menderita gangguan jiwa/kepribadian.
6.      Orangtua dalam pendidikan anak kurang sabar, pemarah, keras, dan otoriter, dan lain sebagainya.
k.             Lain-lain
Stressor kehidupan lainnya juga dapat menimbulkan depresi dan kecemasan adalah antara lain, bencana alam, kebakaran, perkosaan, kehamilan diluar nikah, dan lain sebagainya.
Kebanyakan pekerjaan dengan waktu yang sangat sempit ditambah lagi dengan tuntutan harus serba cepat dan tepat membuat orang hidup dalam keadaan ketegangan (stress). Suatu penelitian dikalangan karyawan Amerika yang tergolong white collar employees, menyebutkan bahwa 44% dari mereka termasuk yang dibebani pekerjaan yang terlampau berat (over load).
   Pengangguran membawa pengaruh bagi kesehatan jiwa. Sumber stress terpenting bukanlah hakikat kehilangan pekerjaan itu sendiri, tetapi lebih bersifat perubahan-perubahan domestik dan psikologis yang berjalan secara pelahan-lahan. Hal ini lambat laun membahayakan kesehatan individu yang bersangkutan.
   Dalam suatu penelitiannya M.Harvey Brenner dari Universitas John Hopkins, mengemukakan bahwa untuk tiap 1% kenaikan pengangguran di Amerika Serikat tercatat:
a.              1,9% kenaikan kematian akibat penyakit jantung dan pembuluh darah.
b.             4,1% kenaikan kematian akibat bunuh diri.
c.              4,3% kenaikan perawatan bagi pasien baru laki-laki di rumah sakit jiwa.
d.             2,3% kenaikan perawatan bagi pasien baru wanita di rumah sakit jiwa.
Suatu penelitian yang dilakukan oleh Thomas Holmes dari Universitas Washington terhadap para eksekutif (mereka yang bergerak di bidang usaha dan politik), menunjukan bahwa 80% dari responden mengalami stress, depresi, kecemasan, dan penyakit gawat lainnya.
Dalam salah satu penelitian lainnya menyebutkan bahwa kini di Amerika Serikat terdapat enam penyabab kematian utama yang erat hubungannya dengan stress dan kecemacan, yaitu:
a.              Penyakit jantung koroner
b.             Kanker
c.              Paru-paru
d.             Kecelakaan
e.              Pengerasan hati
f.              Bunuh diri
(catatan: Harold Jogge, dari Pusat Pengendalian Penyakit Amerika Serikat menyatakan bahwa kini (1995) AIDS merupakan pembunuh nomor satu, bukan lagi penyakit jantung koroner)
2.4         Tahapan Stress
Gangguan stress biasanya timbul secara lamban, tidak jelas kapan mulainya dan seringkali kita tidak menyadari. Namun, meskipun demikian dari pengalaman praktik psikiatri, para ahli mencoba membagi stress tersebut dalam enam tahapan. Petunjuk-petunjuk tahapan stress tersebut dikemukakan oleh Robert J. Van Amberg (psikiater) sebagai berikut:
1.             Stress tingkat 1
Tahapan ini merupakan tingkat stress yang paling ringan, dan biasanya disertai dengan perasaan-perasaan sebagai berikut:
a.                        Semangat besar.
b.                       Penglihatan tajam tidak seperti biasanya.
c.                        Energi dan gugup berlebihan, kemampuan menyelesaikan pekerjaan lebih dari biasanya.
Tahapan ini biasanya menyenangkan dan orang lalu bertambah semangat, tapi tanpa disadari bahwa sebenarnya cadangan energinya sedang menipis.
2.             Stress tingkat 2
Dalam tahap ini dampak stress yang menyenangkan mulai menghilang dan timbul keluhan-keluhan dikarenakan cadangan energi  tidak lagi cukup sepanjang hari. Keluhan-keluhan yang sering dikemukakan sebagai berikut:
a.       Merasa letih sewaktu bangun pagi.
b.      Merasa lelah sesudah makan siang.
c.       Merasa lelah menjelang sore.
d.      Terkadang gangguan dalam sistem pencernaan, kadang-kadang pula jantung berdebar-debar.
e.       Perasaan tegang pada otot-otot punggung dan tengkuk (belakang leher).
f.       Perasaan tidak bisa santai
3.             Stress tingkat 3
Pada tahapan ini keluhan keletihan semakin nampak disertai dengan gejala-gejala:
a.       Gangguan usus lebih terasa (sakit perut, mulas, sering ke belakang).
b.      Otot-otot terasa lebih tegang.
c.       Perasaan tegang yang semakin meningkat.
d.      Gangguan tidur (sukar tidur, sering terbangun malam dan sukar tidur kembali, atau bangun terlalu pagi).
e.       Badan terasa oyong, rasa-rasa mau pingsan (tidak sampai jatuh pingsan).
Pada tahapan ini penderita sudah harus berkonsultasi pada dokter, kecuali kalau beban stress atau tuntutan-tuntutan dikurangi, dan tumbuh mendapat kesempatan untuk beristirahat atau relaksasi, guna memulihkan suplai energi.
4.      Stress tingkat 4
Tahapan ini sudah menunjukkan keadaan yang lebih buruk yang ditandai dengan ciri-ciri sebagai berikut:
a.       Untuk bisa bertahan sepanjang hari terasa sangat sulit.
b.      Kegiatan-kegiatan yang semula menyenangkan kini terasa sulit.
c.       Kehilangan kemampuan untuk menaggapi situasi, pergaulan sosial dan kegiatan-kegiatan rutin lainnya terasa berat.
d.      Tidur semakin sukar, mimpi-mimpi menyenangkan, dan seringkali terbangun dini hari.
e.       Perasaan negativitistik.
f.       Kemampuan berkonsentrasi menurun tajam.
g.      Perasaan takut yang tidak dapat dijelaskan, tidak mengerti mengapa.
5.      Stress tingkat 5
Tahapan ini merupakan keadaan yang lebih mendalam dari tahapan 4 diatas, yaitu:
a.       Keletihan yang mendalam (physical and psychological exhaustion).
b.      Untuk pekerjaan-pekerjaan yang sederhana saja terasa kurang mampu.
c.       Gangguan sistem pencernaan (sakit maag dan usus) lebih sering, sukar buang air besar atau sebaliknya feses cair dan sering ke belakang.
d.      Perasaan takut yang semakin menjadi, mimpi panik.
6.      Stress tingkat 6
Tahapan ini merupakan tahapan puncak yang merupakan keadaan gawat darurat. Tidak jarang penderita dalam tahapan ini dibawa ke ICU. Gejala-gejala pada tahapan ini cukup mengerikan.
a.       Debar jantung terasa amat keras, hal ini disebabkan zat adrenalin yang dikeluarkan, karena stress tersebut cukup tinggi dalam peredaran darah.
b.      Nafas sesak, megap-megap.
c.       Badan gemetar, tubuh dingin, keringan bercucuran.
d.      Tenaga untuk hal-hal yang ringan sekalipun tidak kuasa lagi, pingsan atau collaps.

BAB III
PENUTUP
3.1     Kesimpulan
Stres adalah salah satu kondisi yang disebabkan oleh tuntutan individu maupun ligkungannya. Yang menuntut dan membebani kapasitas sumber daya adaptif atau kemampuan seseorang dan sters juga sering disebut juga sebagai tekanan hidup yang sering dirasakan semua orang dalam menjalankan hidup. Sehingga stress dapat menimbulkan ketegangan, kecemasa, mood, maupun penyakit pisik atau mental, atau mengarah keperilaku yang tidak wajar. Delapan tahapan stress yang dapat timbul segeralah di cagah.
Stress juga termaksud beban rohani yang melebihi kemampuan maksimum rohani itu sendiri sehingga terkadang perbuatan kurang terkontrol secara sehat. Penyebab stress diangap suatu yang biasa dimana di dalamnya dapat merespon apa yang terjadi pada hubungan stress sor, diangap positif karena adanya interaksi individu dan lingkungannya. Stress dapat mempengaruhi sifat dari stress sor seperti lingkungan baik secara fisik, pisikossial, maupun spiritual yang dapat mempengaruhi status kesehatan seseorang.
3.2     Saran
Jangan terlalu mengganggap hal sepele menjadi hal-hal yang berat, karena akan menambah beban berat pikiran kita. Jagalah kesehatan dengan rajin berlahraga agar tubuh tetap sehat dan bugar. Apabila anda merasa stress hindari aktifitas yang menyebabkan kejenuhan dalam berpikir dan sebaiknya anda melakukan liburan bersama orang-orang terdekat anda. Hindari konsumsi obat-obatan terlarang yang dapat mempengaruhi sistem kerja otak yang dapat menimbulkan stress.

TERPOPULER

MAKALAH PEMBERIAN INJEKSI INSULIN LENGKAP

PEMBERIAN INJEKSI INSULIN SEMESTER 4 Oleh : Bayu Desicha Fahmi                         (201602008) Riska Oktavia Cahyani  ...