PSIKOSOSIAL DAN BUDAYA DALAM
KEPERAWATAN
KONSEP DASAR STRES
SEMESTER 3
YHENTI W, S.KEP.,M.KES.,NERS
ANDINI MARTINA PRATIWI 201602005
AUDRIA ERSANANDA 201602006
CELESTINO DO
CARMO 201602009
MARIA RATU
ROSARIA 201602032
RUFINA PUSPITA
DEWI 201602044
RUTH JULITA NABU 201602046
STEVEN YHOGA
PRATAMA 201602048
PROGRAM ILMU
KEPERAWATAN
STIKES KATOLIK ST.VINCENTIUS
A PAULO
SURABAYA
2017
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha
Esa atas segala rahmatNYA sehingga makalah yang berjudul “Konsep Dasar Stress”
dapat tersusun hingga selesai. Tidak lupa saya ucapkan banyak terimakasi kepada
dosen pembimbimbing materi.
Dan harapan saya semoga makalah ini
bermanfaat dan dapat menambah pengetahuan bagi pembaca, untuk ke depannya.
Kerena kererbatasan pengetahuan dan pengalaman saya , saya yakin masih banyak
kekurangan dalam makalah ini. Oleh karena itu saya mengharapkan saran kepada
pembaca untuk membangun kesempurnaan makalah ini.
Surabaya, Agustus 2017
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR............................................................................................. ii
DAFTAR ISI........................................................................................................... iii
BAB I
PENDAHULUAN........................................................................................ 1
1.1 Latar Belakang..................................................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah...................................................................................................
1.3 Tujuan.....................................................................................................................
BAB II TINJAUAN PUSTAKA..............................................................................
2.1
Pengertian
Stress Adaptasi.....................................................................................
2.2 Model Stress...........................................................................................................
2.3 Psikologi Stress.......................................................................................................
2.4 Tahapan Stress........................................................................................................
BAB III PENUTUP...................................................................................................
3.1 Kesimpulan.............................................................................................................
3.2 Saran.......................................................................................................................
DAFTAR PUSTAKA................................................................................................
BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar
Belakang
Dunia kini mengalami
kemajuan yang begitu pesat, mau dalam bidang ekonomi maupun dalam SDM nya. Hal
ini dikarenakan masing-masing negara berlomba lomba meningkatkan
infrastruktur pembangunan negara. Oleh
karena itu manusia juga di tuntut untuk mampu menangani berbagai masalah dan
persoalan dalam eraglobalisasi.
Tidak lepas dari hal
ini, manusiapun harus selalu menyesuaikan diri dengan kehidupan dunia yang
selalu berubah-ubah. Sebagaimana manusia ada pada suatu ruamg dan waktu, hal
ini merupkan hasil dari interaksi antara jasmani, rohani dan lingkungan. Tiga
unsur tersebut saling mempengaruhi satu dan yang lain. Dalam segala masalah,
manusia haruslah mempertimbangkan ketiga unsur tersebut sebagai suatu
keseluruhan (holistic) sehingga
manusia di sebut makhluk somatic-psiko-sosial. Oleh sebab itu, apabila salah
satu unsur tersebut mengalami gangguan maka menimbulkan penyesuaian terhadap
gangguan yang di terima. Misalnya gangguan terjadi pada jasmani, akan
menimbulkan usaha penyesuaian secara fisik (somatic) dan sebaliknya ada
gangguan pada unsur rohani, akan menimbulkan usaha penyesuaian secara
psikologis. Usaha ini dilakukan organisme untuk mengatasi stress yang nantinya
akan terjadi agar terbentuknya keseimbangan yang terus menerus dan tetap
mempertahankan hidup (homeostasis).
Sumber gangguan dari
ketiga unsur ini adalah stress. Stress merupakan suatu kondisi yang menekan
keadaan psikis seseorang dalam mencapai suatu kesempatan dimana untuk mencapai
suatu kesempatan tersebut terdapat batasan atau penghalang (Robbins, 2001).
Ataupun adanya ketidak seimbangan antara tuntutsn fisik dan psikis dan
kemampuan memenuhi kebutuhan tersebut akan berdampak krusial (Weinberg dan
Gould, 2003).
Dengan kata lain stress
dapat menghambat laju perkembangan seseorang, mulai dari segi fisik, psikis
mapun rohani. Stress juga dapat di pengaruhi dari ketidak mampuan atau kondisi
dimana seseorang tersebut tertekan akan suatu keadaan yang dapat mengganggu dan
menghambat manusia tersebut dalam bersosialisasi
mapun dalam produktifitas manusia.
1.2
Rumusan
Masalah
1.3
Tujuan
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Pengertian
Stress Adaptasi
Stress merupakan
istilah yang berasal dari bahasa latin “stingere” yang berarti “keras”(stricus). Menurut Mc Nermey dalam
Grenberg (1984), menyebutkan stress sebagai reaksi fisik, mental, dan kimiawi
dari tubuh terhadap situasi yang menakutkan, mengejutkan, membingungkan,
membahayakan, dan merisaukan seseorang. Sedangkan menurut Dadang Hawari,
istilah stress dan depresi seringkali tidak dapat dipisahkan satu dengan
lainnya. Setiap permasalahan kehidupan yang menimpa pada diri seseorang
(stressor psikososial) dapat mengakibatkan gangguan fungsi/faal organ tubuh.
Oleh karena itu, dalam diri manusia antar fisik dan psikis (kejiwaan) tidak dapat
dipisahkan satu dengan lainnya sebagai suatu kesatuan. Reaksi kejiwaan lainnya
yang erat hubungannya dengan stress adalah kecemasan (anciety).
Kecemasan dan depresi
merupakan dua jenis gangguan kejiwaan yang satu dengan lainnya saling
berkaitan. Manifestasi depresi tidak selalu dalam bentuk keluhan-keluhan
kejiwaan, tetapi juga bisa dalam bentuk keluhan fisik. Faktor-faktor
psikososial cukup mempunya arti bagi terjadinya stress pada diri seseorang.
Menurut Hans Selye, seorang ahli fisiologi dan tokoh di bidang stress yang
tertemuka dari Universitas Montreal, merumuskan stress sebagai berikut “stress
adalah tanggapan tubuh yang sifatnya non spesifik terhadap tuntutan atasnya”.
Manakala tuntutan terhadap tubuh itu berlebihan, maka hal ini dinamakan distress.
Tubuh akan berusaha menyelaraskan rangsangan atau manusia akan cukup cepat
untuk pulih kembali dari pengaruh-pengaruh pengalaman stress. Manusia mempunyai
suplai yang baik dari energy penyesuaian diri untuk dipakai dan diisi kembali
bilamana perlu.
2.2
Model
Stress
Model Stress
Berdasarkan Stimulus
Model stimulus
berdasarkan pada analogi sederhana dengan hukum elastisitas Hooke menjelaskan
hukum elastisitas untuk menguraikan bagaimana beban dapat menimbulkan
kerusakan. Pendekatan model stimulus ini menganggap stress sebagai ciri-ciri
dari stimulus lingkungan yang dalam beberapa hal dianggap menganggu atau
merusak, model yang digunakan pada dasarnya adalah stressor eksternal akan
menimbulkan reaksi stress atau strain dalam diri individu. Hal ini memandang
stress tanpa suatu tuntutan yang beralasan, pasti mendatangkan stress tanpa
memandang bagaimana sumber daya individu. Kelemahan dari model stimulus ini
adalah krgagalannya dalam memperhitungkan cara orang menyatakan realita dari
stimulus lingkungan terhadap respon. Misalnya, beberapa perawat menyatakan
bahwa bekerja di lingkungan Rumah Sakit Jiwa memberikan tantangan, sementara
perawat lain menyatakan hal ini merupakan lingkungan pekerjaan yang selalu
menimbulkan stress.
Model Stress
Berdasarkan Respon
Model ini
mengidentifikasi stress sebagai respon individu terhadap stressor yang
diterima. Selye (1982) menjelaskan stress sebagai respon non spesifik yang
timbul terhadap tuntutan lingkungan, respon umum ini disebut sebagai General
Adaption Syndrome (GAS) dan dibagi dalam tiga fase yaitu : fase sinyal, fase
perlawanan, dan fase keletihan. Reaksi alarm merupakan respon siaga (fight or
flight). Pada fase ini terjadi peningkatan cortical hormone, emosi, dan
ketegangan. Fase perlawanan terjadi bila respon adaptif tidak mengurangi
persepsi terhadapa ancaman, reaksi ini ditandai oleh hormone cortical yang
tetap tinggi. Sedangkan reaksi kelelahan yaitu perlawanan terhadap stress yang
berkepanjangan mulai menurun, fungsi otak tergantung oleh perubahan metabolism,
system kekebalan tubuh menjadi kurang efisien dan penyakit serius mulai timbul
pada saat kondisi menurun.
Model Stress
Berdasarkan Trabsaksional
Pendekatan ini mengacu
pada interaksi yang timbul antara manusia dan lingkungannya. Studi yang
berlandaskan pada pendekatan ini menyimpulkan bahwa kita tidak akan dapat
memprediksian penampilan seseorang hanya dengan mengenali stimulus, individu
bervariasi dalam menyesuaikan diri dengan lingkungannya yaitu dengan melakukan
koping terhadap berbagai tuntutan. Tiga tahap dalam mengukur potensial yang
mengandung stress yaitu pengukuran suatu situasi potensial mengandung stress.
Yang pertama pengukuran primer yaitu menggali persepsi individu terhadap
masalah saat ia menilai tantangan atau tuntutan yang menimpanya. Yang kedua
pengukuran sekunder yaitu mengkaji kemampuan seseorang atau sumber-sumber
tersedia diarahkan untuk mengatasi masalah. Yang ketiga pengukuran tersier
adalah yang berfokus pada perkiraan keefektifan perilaku koping dalam mengurangi
dan menghadapi ancaman.
2.3
Psikologi
Stress
Stressor psikososial adalah setiap
keadaan atau peristiwa yang menyebabkan perubahan dalam kehidupan seseorang
(anak, remaja, atau dewasa), sehingga orang itu terpaksa mengadakan adaptasi
atau menanggulangi stressor yang timbul. Namun, tidak semua mampu mengadakan
adaptasi dan mampu menanggulanginya, sehingga timbulah keluhan-keluhan
kejiwaan, antara lain depresi. Pada umumya jenis stressor psikososial dapat
digolongkan sebagai berikut:
a.
Perkawinan
Berbagai
pemasalahan perkawinan merupakan sumber stress yang dialami seseorang. Stressor
perkawinan ini dapat menyebabkan orang jatuh dalam depresi dan kecemasan.
b.
Problem Orangtua
Permasalahan
yang dihadapi orang tua, misalnya tidak punya anak, kebanyakan anak kenakalan
anak, anak sakit, dan lain sebagainya. Permasalahan tersebut di atas merupakan
sumber stress yang pada gilirannya seseorang dapat jatuh dalam depresi dan
kecemasan.
c.
Hubungan Interpersonal
(Antarpribadi)
Gangguan
ini dapat berupa hubungan dengan kawan dekat yang memilik konflik. Konflik
hubungan interpersonal ini dapat merupakan sumber stress bagi seseorang, dan
yang bersangkutan dapat mengalami depresi dan kecemasan karenanya.
d.
Pekerjaan
Masalah
pekerjaan merupakan sumber stress kedua setelah masalah perkawinan. Banyak
orang menderita karena pekerjaan ini, misalnya pekerjaan terlalu banyak,
pekerjaan tidak cocok, kehilangan pekerjaan (PHK), dan lain sebagainya.
e.
Lingkungan Hidup
Kondisi
lingkungan yang buruk besar pengaruhnya bagi kesehatan seseorang, misalnya soal
perumahan, penggusuran, dan lain sebagainya. Arsa tercekam dan tidak merasa
aman ini amat mengganggu ketenangan dan ketentraman hidup, sehingga tidak
jarang orang jatuh kedalam depresi dan kecemasan.
f.
Keuangan
Masalah
keuangan (ekonomi yang tidak sehat) amat berpengaruh pada kesehatan jiwa
seseorang dan seringkali masalah keuangan ini merupakan faktor yang membuat
orang jatuh dalam depresi dan kecemasan.
g.
Hukum
Keterlibatan
seseorang dalam masalah hukum dapat merupakan sumber stress pula, misalnya
tuntutan hukum, penjara, dan lain sebagainya. Stress dibidang hukum ini dapat
menyebabkan seseorang jatuh dalam depresi dan kecemasan.
h.
Perkembangan
Masalah
perkembangan baik fisik maupun mental seseorang. Kondisi perubahan fase-fase
yang dialami untuk sebagian individu dapat menyebabkan depresi dan kecemasan;
terutama pada mereka yang mengalami menopause dan usia lanjut.
i.
Penyakit Fisik atau
Cidera
Dalam
hal penyakit yang banyak menimbulkan depresi dan kecemasan adalah penyakit
kronis, jantung, kanker, dan sebagainya.
j.
Faktor Keluarga
Yang
dimaksud disini adalah fator stress yang dialami oleh anak dan remaja yang
disebabkan oleh kondisi keluarga. Antara lain;
1. Hubungan
kedua orang tua yang dingin, atau penuh ketegangan, atau acuh tak acuh.
2. Kedua
orang tua jarang di rumah dan tidak ada waktu untuk bersama dengan anak-anak.
3. Komunikasi
antara kedua orang tua dan anak yang tidak baik.
4. Kedua
orang tua berpisah atau bercerai.
5. Salah
satu orang tua menderita gangguan jiwa/kepribadian.
6. Orangtua
dalam pendidikan anak kurang sabar, pemarah, keras, dan otoriter, dan lain
sebagainya.
k.
Lain-lain
Stressor
kehidupan lainnya juga dapat menimbulkan depresi dan kecemasan adalah antara
lain, bencana alam, kebakaran, perkosaan, kehamilan diluar nikah, dan lain
sebagainya.
Kebanyakan pekerjaan dengan waktu yang
sangat sempit ditambah lagi dengan tuntutan harus serba cepat dan tepat membuat
orang hidup dalam keadaan ketegangan (stress). Suatu penelitian dikalangan
karyawan Amerika yang tergolong white
collar employees, menyebutkan bahwa 44% dari mereka termasuk yang dibebani
pekerjaan yang terlampau berat (over
load).
Pengangguran
membawa pengaruh bagi kesehatan jiwa. Sumber stress terpenting bukanlah hakikat
kehilangan pekerjaan itu sendiri, tetapi lebih bersifat perubahan-perubahan
domestik dan psikologis yang berjalan secara pelahan-lahan. Hal ini lambat laun
membahayakan kesehatan individu yang bersangkutan.
Dalam
suatu penelitiannya M.Harvey Brenner dari
Universitas John Hopkins, mengemukakan bahwa untuk tiap 1% kenaikan
pengangguran di Amerika Serikat tercatat:
a.
1,9% kenaikan kematian
akibat penyakit jantung dan pembuluh darah.
b.
4,1% kenaikan kematian
akibat bunuh diri.
c.
4,3% kenaikan perawatan
bagi pasien baru laki-laki di rumah sakit jiwa.
d.
2,3% kenaikan perawatan
bagi pasien baru wanita di rumah sakit jiwa.
Suatu penelitian yang dilakukan oleh Thomas Holmes dari Universitas
Washington terhadap para eksekutif (mereka yang bergerak di bidang usaha dan
politik), menunjukan bahwa 80% dari responden mengalami stress, depresi,
kecemasan, dan penyakit gawat lainnya.
Dalam salah satu penelitian lainnya
menyebutkan bahwa kini di Amerika Serikat terdapat enam penyabab kematian utama
yang erat hubungannya dengan stress dan kecemacan, yaitu:
a.
Penyakit jantung
koroner
b.
Kanker
c.
Paru-paru
d.
Kecelakaan
e.
Pengerasan hati
f.
Bunuh diri
(catatan: Harold Jogge, dari Pusat Pengendalian Penyakit Amerika Serikat
menyatakan bahwa kini (1995) AIDS merupakan pembunuh nomor satu, bukan lagi
penyakit jantung koroner)
2.4
Tahapan
Stress
Gangguan stress biasanya timbul secara
lamban, tidak jelas kapan mulainya dan seringkali kita tidak menyadari. Namun,
meskipun demikian dari pengalaman praktik psikiatri, para ahli mencoba membagi
stress tersebut dalam enam tahapan. Petunjuk-petunjuk tahapan stress tersebut
dikemukakan oleh Robert J. Van Amberg (psikiater)
sebagai berikut:
1.
Stress tingkat 1
Tahapan
ini merupakan tingkat stress yang paling ringan, dan biasanya disertai dengan
perasaan-perasaan sebagai berikut:
a.
Semangat besar.
b.
Penglihatan tajam tidak
seperti biasanya.
c.
Energi dan gugup
berlebihan, kemampuan menyelesaikan pekerjaan lebih dari biasanya.
Tahapan
ini biasanya menyenangkan dan orang lalu bertambah semangat, tapi tanpa
disadari bahwa sebenarnya cadangan energinya sedang menipis.
2.
Stress tingkat 2
Dalam tahap ini dampak
stress yang menyenangkan mulai menghilang dan timbul keluhan-keluhan
dikarenakan cadangan energi tidak lagi
cukup sepanjang hari. Keluhan-keluhan yang sering dikemukakan sebagai berikut:
a. Merasa
letih sewaktu bangun pagi.
b. Merasa
lelah sesudah makan siang.
c. Merasa
lelah menjelang sore.
d. Terkadang
gangguan dalam sistem pencernaan, kadang-kadang pula jantung berdebar-debar.
e. Perasaan
tegang pada otot-otot punggung dan tengkuk (belakang leher).
f. Perasaan
tidak bisa santai
3.
Stress tingkat 3
Pada tahapan ini
keluhan keletihan semakin nampak disertai dengan gejala-gejala:
a. Gangguan
usus lebih terasa (sakit perut, mulas, sering ke belakang).
b. Otot-otot
terasa lebih tegang.
c. Perasaan
tegang yang semakin meningkat.
d. Gangguan
tidur (sukar tidur, sering terbangun malam dan sukar tidur kembali, atau bangun
terlalu pagi).
e. Badan
terasa oyong, rasa-rasa mau pingsan (tidak sampai jatuh pingsan).
Pada tahapan ini penderita sudah harus berkonsultasi
pada dokter, kecuali kalau beban stress atau tuntutan-tuntutan dikurangi, dan
tumbuh mendapat kesempatan untuk beristirahat atau relaksasi, guna memulihkan
suplai energi.
4. Stress
tingkat 4
Tahapan ini
sudah menunjukkan keadaan yang lebih buruk yang ditandai dengan ciri-ciri
sebagai berikut:
a. Untuk
bisa bertahan sepanjang hari terasa sangat sulit.
b. Kegiatan-kegiatan
yang semula menyenangkan kini terasa sulit.
c. Kehilangan
kemampuan untuk menaggapi situasi, pergaulan sosial dan kegiatan-kegiatan rutin
lainnya terasa berat.
d. Tidur
semakin sukar, mimpi-mimpi menyenangkan, dan seringkali terbangun dini hari.
e. Perasaan
negativitistik.
f. Kemampuan
berkonsentrasi menurun tajam.
g. Perasaan
takut yang tidak dapat dijelaskan, tidak mengerti mengapa.
5. Stress
tingkat 5
Tahapan ini
merupakan keadaan yang lebih mendalam dari tahapan 4 diatas, yaitu:
a. Keletihan
yang mendalam (physical and psychological
exhaustion).
b. Untuk
pekerjaan-pekerjaan yang sederhana saja terasa kurang mampu.
c. Gangguan
sistem pencernaan (sakit maag dan usus) lebih sering, sukar buang air besar
atau sebaliknya feses cair dan sering ke belakang.
d. Perasaan
takut yang semakin menjadi, mimpi panik.
6. Stress
tingkat 6
Tahapan ini
merupakan tahapan puncak yang merupakan keadaan gawat darurat. Tidak jarang
penderita dalam tahapan ini dibawa ke ICU. Gejala-gejala pada tahapan ini cukup
mengerikan.
a. Debar
jantung terasa amat keras, hal ini disebabkan zat adrenalin yang dikeluarkan,
karena stress tersebut cukup tinggi dalam peredaran darah.
b. Nafas
sesak, megap-megap.
c. Badan
gemetar, tubuh dingin, keringan bercucuran.
d. Tenaga
untuk hal-hal yang ringan sekalipun tidak kuasa lagi, pingsan atau collaps.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Stres adalah salah satu
kondisi yang disebabkan oleh tuntutan individu maupun ligkungannya. Yang
menuntut dan membebani kapasitas sumber daya adaptif atau kemampuan seseorang
dan sters juga sering disebut juga sebagai tekanan hidup yang sering dirasakan
semua orang dalam menjalankan hidup. Sehingga stress dapat menimbulkan ketegangan,
kecemasa, mood, maupun penyakit pisik atau mental, atau mengarah keperilaku
yang tidak wajar. Delapan tahapan stress yang dapat timbul segeralah di cagah.
Stress juga termaksud
beban rohani yang melebihi kemampuan maksimum rohani itu sendiri sehingga
terkadang perbuatan kurang terkontrol secara sehat. Penyebab stress diangap
suatu yang biasa dimana di dalamnya dapat merespon apa yang terjadi pada
hubungan stress sor, diangap positif karena adanya interaksi individu dan
lingkungannya. Stress dapat mempengaruhi sifat dari stress sor seperti
lingkungan baik secara fisik, pisikossial, maupun spiritual yang dapat
mempengaruhi status kesehatan seseorang.
3.2
Saran
Jangan terlalu
mengganggap hal sepele menjadi hal-hal yang berat, karena akan menambah beban
berat pikiran kita. Jagalah kesehatan dengan rajin berlahraga agar tubuh tetap
sehat dan bugar. Apabila anda merasa stress hindari aktifitas yang menyebabkan
kejenuhan dalam berpikir dan sebaiknya anda melakukan liburan bersama
orang-orang terdekat anda. Hindari konsumsi obat-obatan terlarang yang dapat
mempengaruhi sistem kerja otak yang dapat menimbulkan stress.
No comments:
Post a Comment