ASUHAN
KEPERAWATAN PADA PASIEN DIABETES MILITUS
SEMESTER 4
Oleh :
CITRA WAHYU
MASLUKHA (201602012)
RUFINA PUSPITA
DEWI (201602044)
STEVEN YHOGA
PRATAMA (201602048)
PROGRAM STUDI
ILMU KEPERAWATAN
SEKOLAH TINGGI
ILMU KESEHATAN KATOLIK
ST. VINCENTIUS A
PAULO
SURABAYA
2018
Kata Pengantar
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha
Esa atas segala rahmatNYA sehingga makalah yang berjudul “Asuhan Keperawatan
Pada Pasien Diabetes Militus”. Dan harapan kami semoga makalah ini bermanfaat
dan dapat menambah pengetahuan bagi pembaca, untuk ke depannya. Kerena
kererbatasan pengetahuan dan pengalaman kami, kami yakin masih banyak
kekurangan dalam makalah ini. Oleh karena itu kami mengharapkan saran kepada
pembaca untuk membangun kesempurnaan makalah ini.
Surabaya, Februari 2018
Tim Penyusun
Daftar isi
Kata Pengantar................................................................................................... II
Daftar Isi............................................................................................................ III
BAB I
PENDAHULUAN................................................................................... 1
1.1 Latar Belakang................................................................................................. 1
1.2 Rumusan Masalah............................................................................................ 2
1.3 Tujuan.............................................................................................................. 2
BAB II LANDASAN
TEORI............................................................................. 3
2.1 Definisi............................................................................................................ 3
2.2 Klasifikasi........................................................................................................ 3
2.3 Etiologi............................................................................................................ 5
2.3.1 Etiologi DM Tipe 1....................................................................................... 6
2.3.2 Etiologi DM Tipe 2....................................................................................... 7
2.4 Patofisiologi..................................................................................................... 7
2.4.1 Patofisiologi DM Tipe 2............................................................................... 7
2.5 Manifestasi Klinis............................................................................................ 8
2.6 Komplikasi Kronis........................................................................................... 9
2.7 Penatalaksanaan Medis.................................................................................... 9
2.8 Penatalaksanaan Nutisi.................................................................................. 10
BAB III
PEMBAHASAN ASUHAN KEPERAWATAN............................. 11
3.1 Pengkajian...................................................................................................... 11
3.1.1 Anamnese................................................................................................... 11
3.1.2 Pola Pemenuhan Kebutuhan Dasar............................................................. 12
3.1.3 Pemeriksaan Penunjang.............................................................................. 14
3.1.4 Pemeriksaan Fisik....................................................................................... 16
3.2 Diagnosa Keperawatan ................................................................................. 18
3.3 Intervensi....................................................................................................... 18
3.4 Evaluasi.......................................................................................................... 21
BAB IV PENUTUP........................................................................................... 22
4.1 Kesimpulan.................................................................................................... 22
4.2 Saran.............................................................................................................. 23
Daftar Pustaka................................................................................................... 24
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar
Belakang
Diabetes mellitus adalah suatu penyakit
yang ditandai dengan kadar glukosa dalam darah yang mlebihi batas normal.
Apabila penyakit ini dibiarkan tak terkendali, maka akan menimbulkan
komplikasi-komplikasi ke bagian organ-organ tubuh yang lainnya. Bisa juga
berakibat fatal seperti penyakit jantung, kebutaan, dan mudah terkena
ateroskelosis. (Mansjoer,dkk,2001)
Diabetes melitus (DM) merupakan suatu
penyakit dimana terjadi gangguan metabolisme karbohidrat, protein dan lemak.
Hal ini diakibatkan oleh kurangnya sensitivitas otot ataupun jaringan terhadap
insulin, yang disebut dengan resistensi insulin ataupun oleh kurangnya hormon
insulin atau disebut dengan defisiensi insulin.
Gejala paling khas pada diabetes
mellitus adalah polyuria, polidipsi, polifagi, lemas, berat badan turun,
hiperglikemi, dan glukosuria. Umumnya diabetes mellitus disebabkan oleh
rusaknya sebagian kecil / sebagian besar sel beta pada pulau-pulau Langerhans pada
pankreas yang berfungsi menghasilkan insulin, sehingga terjadi kekurangan
insulin.
Ternyata sampai saat ini masih saja
penderita DM bertambah banyak. Hal tersebut disebabkan masih banyak asyarakat yang khususnya penerita DM tidak
tanggap terhadap penyakitnya. Hal itu mungkin disebabkan karena
ketidaktahuannya akan penyakit DM tersebut, tidak ada yang peduli terhadap DM
itu sendiri. Padahal sudah jelas betapa penyakit DM itu dapat menimbulkan
komplikasi yang dapat berakibat fatal.
Terdapat dua jenis penyakit diabetes
mellitus, yaitu Diabetes mellitus tipe I (insulin-dependent diabetes mellitus)
dan diabetes mellitus tipe II (noninsulin-dependent diabetes mellitus).
Diabetes mellitus tipe I yaitu dicirikan dengan hilangnya sel penghasil insulin
pada pulau-pulau langhernas pankreas
sehingga terjadi kekurangan insulin pada tubuh. Diabetes mellitus tipe II,
terjadi akibat ketidakmampuan tubuh untuk merespon dengan wajar terhadap
aktivitas insulin yang dihasilkan pankreas (resistensi insulin), sehingga tidak
tercapai kadar glukosa yang normal dalam darah. Diabetes mellitus tipe II lebih
banyak ditemukan dan meliputi 90% dari semua kasus diabetes di seluruh dunia.
1.2 Rumusan
Masalah
1.2.1
Apa Pengertian
Atau Definisi Dari Diabetes Mellitus ?
1.2.2
Apa Saja Klasifikasi
Dari Diabetes Mellitus ?
1.2.3
Bagaimana
Etiologi Diabetes Mellitus ?
1.2.4
Bagaimana
Patofisiologi Diabetes Mellitus ?
1.2.5
Bagaimana
Manifestasi Klinis Diabetes Mellitus ?
1.2.6
Apa Saja Komplikasi
Kronis Diabetes Mellitus ?
1.2.7
Bagaimana
Penatalaksanaan Medis & Nutrisi Diabetes Mellitus ?
1.2.8
Bagaimana Penulisan
Asuhan Keperawatan Pada Pasien DM ?
1.2.9
Bagaimana WOC Diabetes
Mellitus ?
1.3 Tujuan
1.3.1
Mengetahui
Pengertian Atau Definisi Dari Diabetes Mellitus
1.3.2
Memahami
Klasifikasi Dari Diabetes Mellitus
1.3.3
Mengetahui
Etiologi Diabetes Mellitus
1.3.4
Memahami
Patofisiologi Diabetes Mellitus
1.3.5
Mengetahui
Manifestasi Klinis Diabetes Mellitus
1.3.6
Mengetahui
Komplikasi Kronis Diabetes Mellitus
1.3.7
Mengetahui
Penatalaksanaan Medis & Nutrisi Diabetes Mellitus
1.3.8
Memahami
Penulisan Asuhan Keperawatan Pada Pasien DM
1.3.9
Memahami WOC
Diabetes Mellitus
BAB II
LANDASAN TEORI
2.1 Definisi
Diabetes Melitus adalah gangguan
metabolisme yang secara genetis dan klinis termasuk heterogen dengan
manifestasi berupa hilangnya toleransi karbohidrat. DM bukanlah suatu entitas
tunggal tetapi lebih merupakan suatu kelompok penyakit metabolik dengan
gambaran umum hiperglikemia. Hiperglikemia dalam diabetes diakibatkan karena
kerusakan dalam sekresi insulin, kerja insulin atau dari keduanya.
Hiperglikemia kronis dan kerusakan metabolik yang mendukung mungkin berhubungan
dengan kerusakan sekunder pada multipel sistem organ, khususnya ginjal, mata,
saraf dan pembuluh darah. DM merupakan penyakit metabolik yang ditimbulkan oleh
interaksi berbagai faktor: genetik, imunologik, lingkungan dan gaya hidup.
Penyakit ini ditandai dengan hiperglikemia, suatu kondisi yang terjalin erat
dengan kerusakan pembuluh darah besar (makrovaskuler) maupun kecil
(mikrovaskuler) yang berakhir sebagai kegagalan, kerusakan, atau gangguan
fungsi organ. (Kowalak,dkk,2014)
Dari beberapa definisi di atas dapat
disimpulkan bahwa DM merupakan kelompok
penyakit metabolik dengan manifestasi hiperglikemia dan dapat menyebabkan
kerusakan organ lain dalam tubuh.
2.2 Klasifikasi
Beberapa klasifikasi DM telah
diperkenalkan berdasarkan metode presentasi klinis, umur awitan dan
riwayat penyakit. Klasifikasi DM
berdasarkan pengetahuan mutakhir mengenai patogenesis sindrom diabetes
dan gangguan toleransi glukosa terbagi menjadi empat tipe yaitu : DM tipe 1,
dan DM tipe 2. (Mansjoer,dkk,2001)
A. DM tipe 1 secara tradisional dianggap timbul
terutama pada umur 18 tahun, tetapi sekarang diketahui dapat timbul pada semua
umur. Diabetes jenis ini terjadi akibat kerusakan sel beta pankreas dikenal
sebagai tipe juvenile onset dan tipe dependen insulin. DM tipe 1 biasanya
ditandai oleh defisiensi insulin absolut karena kerusakan sel beta pankreas
akibat serangan autoimun, faktor genetis, imunologis, mungkin juga lingkungan
(mis: virus).
Awitan pada DM tipe 1 ditandai oleh poliuria,
polidipsia, polifagia, penurunan berat badan, pandangan kabur yang merupakan
akibat gangguan metabolic. Defisiensi insulin menyebabkan keadaan katabolik
pada metabolisme glukosa, lemak dan
protein. Hiperglikemia yang terjadi melebihi ambang reabsorpsi ginjal
sehingga timbul glikosuria.
Glikosuria memicu diuresis osmotik dan menyebabkan
poliuria, sehingga air dan elektrolit keluar dalam jumlah besar. Pengeluaran
air melalui ginjal disertai hiperosmolaritas akibat meningkatnya kadar glukosa
di dalam darah cenderung menguras air intrasel, merangsang osmoreseptor di
pusat-pusat haus di otak. Dengan cara ini timbul rasa haus yang hebat
(polidipsia). Katabolisme protein dan lemak cenderung memicu keseimbangan
energi negatif, yang menyebabkan nafsu makan meningkat (polifagia). Meskipun
nafsu makan meningkat, efek katabolik tetap lebih dominan sehingga berat badan menurun dan otot melemah.
B. DM tipe 2, Kadar glukosa darah normalnya
dipertahankan dalam kisaran sangat sempit, biasanya 70-120 mg/dl. Pemeriksaan
kadar glukosa darah puasa dilakukan pada pasien yang telah berpuasa minimal
selama 8 jam (boleh minum) tidak boleh lebih dari 16 jam diambil untuk
diperiksa. Pemeriksaan glukosa darah puasa merupakan pemeriksaan baku emas
(gold standard) untuk diagnosis DM. Diagnosa DM tipe 2 dipastikan oleh
peningkatan glukosa darah yang memenuhi salah satu dari tiga kriteria berikut
ini. (Mansjoer,dkk,2001)
DM jenis ini mulai pada pertengahan umur atau lebih.
Gejala mulai lebih bertahap dibanding dengan DM tipe 1 dan diagnosis sering
dibuat jika individu tanpa gejala
ditemukan mempunyai peningkatan glukosa
plasma pada pemeriksaan laboratotium
rutin. Insiden DM tipe 2 90-95% dari
keseluruhan DM. DM tipe 2 disebabkan oleh kombinasi dari faktor genetik yang
berhubungan dengan gangguan sekresi insulin dan resistensi insulin relatif dan
lingkungan faktor-faktor seperti obesitas, makan berlebihan, kurang olahraga
dan stres serta penuaan.
Sekitar 80% pasien DM tipe 2 mengalami obesitas.
Obesitas berkaitan dengan resistensi
insulin, maka akan timbul kegagalan toleransi glukosa yang menyebabkan DM tipe
2. Pengurangan berat badan seringkali dikaitkan dengan perbaikan dalam
sensitifitas insulin dan pemulihan toleransi glukosa. Sintesis lemak
terstimulasi insulin dalam hati dengan
transpor lemak (melalui lipoprotein kepadatan sangat rendah) menyebabkan
penyimpanan lemak sekunder dalam otot. Peningkatan oksidasi lemak akan
mengganggu ambilan glukosa dan sintesis glikogen. Penurunan pelepasan insulin
yang terlambat dapat disebabkan oleh efek toksik glukosa terhadap pulau
pankreas atau akibat defek genetik yang
mendasari. Namun obesitas bukan merupakan satu-satunya penyebab
resistensi insulin. DM jenis ini disebut juga diabetes onset-matur
(onset-dewasa) dan diabetes resistan-ketosis.
DM tipe 2 juga dapat
bermanifestasi sebagai poliuria dan polidipsia tetapi tidak seperti DM
tipe 1. Pasien sering berumur lebih tua (lebih dari 40 tahun). Namun dengan
meningkatnya obesitas dan gaya hidup yang tidak banyak breaktivitas dalam
masyarakat kita, DM tipe 2 sering dijumpai pada anak dan remaja.
Tidak terjadinya ketoasidosis dan gambaran klinis
yang lebih ringan pada DM tipe 2 diperkirakan disebabkan oleh kadar insulin
vena porta yang lebih tinggi dibanding
dengan pasien DM tipe 1, yang mencegah oksidasi asam lemak berlebihan di hati
dan menekan pembentukan badan keton
2.3 Etiologi
Diabetes Melitus mempunyai etiologi yang
heterogen, dimana berbagai lesi dapat menyebabkan insufisiensi insulin, tetapi
determinan genetik biasanya memegang peranan penting pada mayoritas DM. Faktor
lain yang dianggap sebagai kemungkinan etiologi DM yaitu :
1.
Kelainan sel
beta pankreas, berkisar dari hilangnya sel beta sampai kegagalan sel beta
melepas insulin.
2.
Faktor – faktor
lingkungan yang mengubah fungsi sel beta, antara lain agen yang dapat
menimbulkan infeksi, diet dimana pemasukan karbohidrat dan gula yang diproses
secara berlebihan, obesitas dan kehamilan.
3.
Gangguan sistem
imunitas. Sistem ini dapat dilakukan oleh autoimunitas yang disertai
pembentukan sel – sel antibodi antipankreatik dan mengakibatkan kerusakan sel -
sel penyekresi insulin, kemudian peningkatan kepekaan sel beta oleh virus.
4.
Kelainan
insulin. Pada pasien obesitas, terjadi gangguan kepekaan jaringan terhadap
insulin akibat kurangnya reseptor insulin yang terdapat pada membran sel yang
responsir terhadap insulin.
Insulin Dependent Diabetes Melitus
(IDDM) Atau Diabetes Melitus Tergantung Insulin (DMTI) disebabkan oleh
destruksi sel beta pulau langerhans akibat proses autonimun. Sedangkan Non Insulin
Dependent Diabetes Melitus (NIDDM) atau
Diabetes Melitus Tidak Tergantung Insulin (DMTTI) disebabkan kegagalan relatif
sel beta dan resistensi insulin. Resistensi insulin adalah turunnya kemampuan
insulin untuk merangsang pengambilan glukosa oleh jaringan perifer dan untuk
menghambat produksi glukosa oleh hati. Sel beta tidak mampu mengimbangi
resistensi insulin ini sepenuhnya, artinya terjadi defisiensi relatif insulin.
Ketidakmampuan ini terlihat dari berkurangnya sekrsi insulin pada rangsangan glukosa.
Maupun pada rangsangan glukosa bersama bahan perangsang sekresi insulin lain.
Berarti sel beta pankreas mengalami desensititasi terhadap glukosa.
2.3.1 Etiologi
DM Tipe 1
1.
Faktor genetic.
Penderita diabetes tidak mewarisi diabetes tipe I itu sendiri; tetapi mewarisi
suatu predisposisi atau kecenderungan genetik ke arah terjadinya DM tipe I.
Kecenderungan genetik ini ditemukan pada individu yang memiliki tipe antigen
HLA.
2.
Faktor
imunologi. Adanya respons autoimun yang merupakan respons abnormal dimana antibodi
terarah pada jaringan normal tubuh dengan cara bereaksi terhadap jaringan
tersebut yang dianggapnya seolah-olah sebagai jaringan asing. Yaitu otoantibodi
terhadap sel-sel pulau Langerhans dan insulin endogen.
3.
Faktor
lingkungan. Virus, bakteri, bahan toksik.
2.3.2 Etiologi
DM Tipe 2
1.
Faktor genetik
(resistensi insulin)
2.
Usia (resistensi
cenedrung meningkat di usia 65 tahun)
3.
Obesitas, makan
berlebihan, kurang olah raga, stres dan penuaan
4.
Riwayat keluarga
dengan diabetes
2.4 Patofisiologi
Sebagian besar gambaran patologik dari DM dapat
dihubungkan dengan salah satu efek utama akibat kurangnya insulin berikut (Kowalak,dkk,2014),:
1.
Berkurangnya
pemakaian glukosa oleh sel – sel tubuh yang mengakibatkan naiknya konsentrasi
glukosa darah setinggi 300 – 1200 mg/dl.
2.
Peningkatan
mobilisasi lemak dari daerah penyimpanan lemak yang menyebabkan terjadinya
metabolisme lemak yang abnormal disertai dengan endapan kolestrol pada dinding
pembuluh darah.
3.
Berkurangnya
protein dalam jaringan tubuh. Pasien – pasien yang mengalami defisiensi insulin
tidak dapat mempertahankan kadar glukosa plasma puasa yang normal atau
toleransi sesudah makan. Pada hiperglikemia yang parah yang melebihi ambang
ginjal normal (konsentrasi glukosa darah sebesar 160 – 180 mg/100 ml), akan timbul
glikosuria karena tubulus – tubulus renalis tidak dapat menyerap kembali semua
glukosa.
2.4.1
Patofisiologi DM Tipe 2
Dua defek metabolik yang merupakan karaktersitik DM
tipe 2 adalah
1.
Resistensi
terhadap kerja insulin pada jaringan target,
2.
Disfungsi sel beta
yang ditandai dengan sekresi insulin yang tidak adekuat. Pada penelitian lain
dipaparkan juga penyebab DM tipe 2 ketidakadekuatan produk supresi yaitu
glucagon. Dalam banyak kasus resistensi insulin merupakan penyebab utama
kemudian diikuti dengan disfugsi sel beta.
Resistensi insulin didefinisikan sebagai resistensi
terhadap efek insulin pada penyerapan, metabolisme atau penyimpanan glukosa. Resistensi
insulin merupakan gambaran khas pada kebanyakan pasien DM tipe 2 dan hampir
selalu ditemukan pada pengidap DM yang kegemukan. Resiko DM meningkat seiring
dengan peningkatan BMI (suatu ukuran kandungan lemak tubuh).
Obesitas pada DM tipe 2 menunjukkan
bahwa dalam keadaan kelebihan lemak terdapat kelainan mendasar pada pembentukan
sinyal insulin. Obesitas sentral (lemak abdomen) lebih besar kemungkinannya
menyebabkan resistensi insulin dibanding dengan endapan lemak perifer (gluteus/subkutis). Resistensi insulin
menyebabkan berkurangnya penyerapan glukosa di otot dan jaringan lemak dan
ketidakmampuan hormon menekan glukoneogenesis di hati. (Kowalak,dkk,2014)
Meskipun terjadi gangguan sekresi
insulin yang merupakan ciri khas diabetes tipe II, namun masih terdapat insulin
dengan jumlah yang adekuat untuk mencegah pemecahan lemak dan produksi badan
keton yang menyertainya. Karena itu, ketoasidosis diabetik tidak terjadi pada
diabetes tipe II. Meskipun demikian, diabetes tipe II yang tidak terkontrol
dapat menimbulkan masalah akut lainnya yang dinamakan sindrom hiperglikemik
hiperosmoler nonketotik (HHNK).
Penanganan primer diabetes tipe II adalah dengan
menurunkan berat badan, karena resistensi insulin bekaitan dengan obesitas.
Latihan merupakan unsur yang penting pula untuk meningkatkan efektifitas
insulin.
2.5 Manifestasi
Klinis
Poliuria, polidipsia dan polifagia.
Malaise, kesemutan pada ekstremitas. Keletihan dan kelemahan, perubahan
pandangan secara mendadak, sensasi kesemutan atau kebas di tangan atau kaki,
kulit kering, lesi kulit atau luka yang lambat sembuh, atau infeksi berulang .
Awitan diabetes tipe 1 dapat disertai dengan
penurunan berat badan mendadak atau mual, muntah atau nyeri lambung.
DM tipe 2 disebabkan oleh intoleransi glukosa yang
progesif dan berlangsung perlahan (bertahun-tahun) dan mengakibatkan komplikasi
jangka panjang apabila diabetes tidak terdeteksi selama bertahun-tahun (mis :
penyakit mata, neuropati perifer). Komplikasi dapat muncul sebelum diagnosis
yang sebenarnya ditegakkan.
2.6 Komplikasi
Kronis
Gangguan makrovaskular dan mirkovaskular
1.
Kekurangan
insulin akan mengganggu jalur poliol (glukosa, sorbitol, fruktosa) yang
kahirnya menyebabkan penimbunan sorbitol.
2.
Penimbunan
sorbitol dalam lensa menyebabkan katarak dan kebutaan.
3.
Pada jairngan
saraf penimbunan sorbitol dan fruktosa dan penurunan kadar mioinositol dapat
berefek pada kondisi neuropati.
4.
Perubahan
biokimia dalam jaringan saraf akan mengganggu kegiatan metabolik sel Schwan dan
menyebabkan kehilangan akson.
5.
Pada tahap dini
kecepatan konduksi motorik akan berkurang selanjutnya muncul keluhan nyeri,
parestesia, berkurnag sensai getar dan propioseptik dan gangguan motorik yang
disertai hilangnya refleks tendon, kelemahan otot dan atrofi.
6.
Neuropati dapat
menyerang saraf perifer, saraf kranial atau saraf otonom.
7.
Terserangnya
sistem saraf otonom dapat disertai diare noktural, keterlambatan pengosongan
lambung, hipotensi postural dan impotensi.
8.
Peningkatan
glukosa menyebabkan peningkatan sorbitol dalam intima vaskular,
hiperlipoproteinemia dan kelainan pembekuan darah. Akibat kerusakan pada
pembuluh darah besar atau dikenal dengan makroangipati.
9.
Makroangipati
akan mengakibatkan penyumbatan vaskular > jika menyumbat pada arteri perifer
yang disertai klaudikasio intermiten dan ganggren ekstremitas, jika pembuluh
darah arteria koronaria dan aorta yang terkena > infark dan angina.
2.7
Penatalaksanaan Medis
Tujuan utama terapi : menormalkan aktivitas insulin
dan kadar glukosa darah guna mengurangi komplikasi vaskular dan neuropatik.
Tujuan terapeutik pada setiap tipe DM : mencapai
kadar glukosa darah normal, tanpa disertai hipoglikemia dan tanpa mengganggu
aktivitas pasien sehari-hari.
Terdapat 5 komponen penatalaksanana diabetes :
1.
Nutrisi
2.
Olah raga
3.
Pemantauan
terapi farmakologis
4.
Edukasi
Terapi primer untuk diabetes tipe 1 adalah insulin. Terapi
primer untuk diabetes tipe 2 adalah penurunan berat badan. Olahraga penting
untuk meningkatkan keefektifan insulin
Penggunaan agens hipoglikemik oral
apabila diet dan olah raga tidak berhasil mengontrol kadar gula darah. Injeksi
insulin dapat digunakan pada kondisi akut. Mengingat terapi bervariasi selama
perjalanan penyakit karena adanya perubahan gaya hidup dan status fisik serta
emosional dan juga kemjuan terapi, terus kaji dan modifikasi rencana terapi
serta lakukan penyesuaian terapi setiap hari. Edukasi diperlukan untuk pasien
dan keluarga.
2.8
Penatalaksanaan Nutrisi
1.
Rencana makan
harus dipertimbangkan pilihan makanan pasien, gaya hidup, kebiasaan waktu makan
pasien, latar belakang etnis dan budaya pasien.
2.
Bagi yang
membutuhkan insulin untuk mengontrol kadar gula darah diperlukan konsistensi
dalam mempertahankan jumlah kalori dan karbohodrat yang dikonsumsi pada setiap
sesi makan.
3.
Edukasi tentang
kebiasaan makan yang konsisten.
BAB III
PEMBAHASAN
ASUHAN KEPERAWATAN
3.1 Pengkajian
Pengkajian merupakan tahap dimana
perawat mengumpulkan data secara sistematis, memilih dan mengatur data yang
dikumpulkan dan mendokumentasikan data dalam format yang didapat. Untuk itu
diperlukan kecermatan dan ketelitian tentang masalah-masalah klien sehingga
dapat memberikan arah terhadap tindakan keperawatan.
3.1.1 Anamnese
A. Identitas
Meliputi nama, umur, jenis kelamin,
agama, pendidikan, pekerjaan, alamat, status perkawinan, suku bangsa, nomor
register, tanggal masuk rumah sakit dan diagnosa medis.
B. Keluhan Utama
Pada umumnya keluhan utamanya yakni adanya
rasa kesemutan pada kaki atau tungkai bawah, rasa raba yang menurun, adanya
luka yang tidak sembuh - sembuh dan berbau, adanya nyeri pada luka. Untuk
memperoleh pengkajian yang lengkap tentang rasa nyeri klien digunakan teori
PQRST.
C. Riwayat Penyakit Sekarang
Menggambarkan perjalanan penyakit yang
saat ini sedang dialaminya. Berisi tentang kapan terjadinya luka, penyebab
terjadinya luka serta upaya yang telah dilakukan oleh penderita untuk mengatasinya.
Biasanya klien masuk ke RS dengan keluhan utama gatal-gatal pada kulit yang
disertai bisul/lalu tidak sembuh-sembuh, kesemutan atau rasa berat, mata kabur,
kelemahan tubuh. Disamping itu klien juga mengeluh poli urea, polidipsi,
anorexia, mual dan muntah, BB menurun, diare kadang-kadang disertai nyeri perut,
kramotot, gangguan tidur atau istirahat, haus-haus, pusing-pusing atau sakit
kepala, kesulitan orgasme pada wanita dan masalah impoten pada pria.
D. Riwayat Penyakit Dahulu
Adanya riwayat penyakit DM atau penyakit
- penyakit lain yang ada kaitannya
dengan defisiensi insulin misalnya penyakit pankreas. Adanya riwayat penyakit jantung, obesitas,
maupun arterosklerosis, tindakan medis yang pernah di dapat maupun obat-obatan
yang biasa digunakan oleh penderita.
1.
Riwayat
hipertensi/infark miocard akut dan diabetes gestasional.
2.
Riwayat ISK
berulang.
3.
Penggunaan
obat-obat seperti steroid, dimetik (tiazid), dilantin dan penoborbital.
4.
Riwayat
mengkonsumsi glukosa/karbohidrat berlebihan.
E. Riwayat Penyakit atau Kesehatan Keluarga
Terdapat salah satu anggota keluarga
yang juga menderita DM atau penyakit keturunan yang dapat menyebabkan
terjadinya defisiensi insulin misal hipertensi, dan jantung.
F. Riwayat Psikososial
Meliputi informasi mengenai prilaku,
perasaan dan emosi yang dialami penderita sehubungan dengan penyakitnya serta
tanggapan keluarga terhadap penyakit penderita.
3.1.2 Pola
Pemenuhan Kebutuhan Dasar
A. Pola Persepsi Management Kesehatan
Menjelaskan tentang persepsi atau
pandangan klien terhadap sakit yang dideritanya, tindakan atau usaha apa yang
dilakukan klien sebelum dating kerumah sakit, obat apa yang telah dikonsumsi
pada saat akan dating kerumah sakit.
B. Pola Nutrisi Dan Metabolisme
Menggambarkan asupan nutrisi,
keseimbangan cairan dan elektrolit, kondisi rambut, kuku dan kulit, kebiasaan
makan, frekuensi makan, nafsu makan, makanan pantangan, makanan yang disukai
dan banyaknya minum yang dikaji sebelum dan sesudah masuk RS. Pada pasien DM
akibat produksi insulin tidak adekuat atau adanya defisiensi insulin maka kadar
gula darah tidak dapat dipertahankan sehingga menimbulkan keluhan sering
kencing, banyak makan, banyak minum, berat badan menurun dan mudah lelah.
Keadaan tersebut dapat mengakibatkan terjadinya gangguan nutrisi dan
metabolisme yang dapat mempengaruhi status kesehatan penderita.
C. Pola Eliminasi
Menggambarkan pola eliminasi klien yang
terdiri dari frekuensi, volume, adakah disertai rasa nyeri, warna dan bau.
D. Pola Tidur Dan Istirahat
Menggambarkan penggunaan waktu istirahat
atau waktu senggang, kesulitan dan hambatan dalam tidur, pada pasien dengan
kasusu DM Adanya poliuri, nyeri pada kaki yang luka dan situasi rumah sakit
yang ramai akan mempengaruhi waktu tidur dan istirahat penderita, sehingga pola
tidur dan waktu tidur penderita mengalami perubahan.
E. Pola Aktivitas Dan Latihan
Menggambarkan kemampuan beraktivitas
sehari-hari, fungsi pernapasan dan fungsi sirkulasi.
I. Pola
Kognitif Perceptual
Menggambarkan pola kemampuan klien untuk
proses berpikir, pola penglihatan, pendengaran, pengecapan, penciuman dan
persepsi sensasi nyeri serta kemampuan berkomunikasi dan mengerti akan
penyakitnya. Pasien dengan gangren
cenderung mengalami neuropati / mati rasa pada luka sehingga tidak peka
terhadap adanya trauma.
J. Pola Persepsi Dan Konsep Diri
Menggambarkan citra diri, identitas
diri, harga diri dan ideal diri seseorang dimana perubahan yang terjadi pasa
kasus DM adanya perubahan fungsi dan struktur tubuh akan menyebabkan penderita
mengalami gangguan pada gambaran diri. Luka yang sukar sembuh, lamanya
perawatan, banyaknya biaya perawatan dan pengobatan menyebabkan pasien
mengalami kecemasan dan gangguan peran pada keluarga.
K. Pola Hubungan Dan Peran
Menggambarkan tentang hubngan klien
dengan lingkungan disekitar serta hubungannya dengan keluarga dan orang lain.
Seseorang dengan kasus DM akan menyebabkan Luka gangren yang sukar sembuh dan
berbau menyebabkan penderita malu dan menarik diri dari pergaulan.
L. Pola Seksual Dan Reproduksi
Meggambarkan tentang seksual klien.
Dampak angiopati dapat terjadi pada sistem pembuluh darah di organ reproduksi
sehingga menyebabkan gangguan potensi sek, gangguan kualitas maupun ereksi, serta memberi dampak pada proses
ejakulasi serta orgasme.
M. Pola Mekanisme Koping Dan Toleransi Terhadap
Stress
Menggambarkan kemampuan koping pasien
terhadap masalah yang dialami dan dapat menimbulkan ansietas. Lamanya waktu
perawatan, perjalanan penyakit yang kronik, perasaan tidak berdaya karena
ketergantungan menyebabkan reaksi psikologis yang negatif berupa marah, kecemasan, mudah tersinggung
dan lain – lain, dapat menyebabkan penderita tidak mampu menggunakan mekanisme
koping yang konstruktif / adaptif.
N. Pola Tata Nilai Dan Kepercayaan
Menggambarkan sejauh mana keyakinan
pasien terhadap kepercayaan yang dianut dan bagaimana dia menjalankannya.
Adanya perubahan status kesehatan dan penurunan fungsi tubuh serta luka pada
kaki tidak menghambat penderita dalam melaksanakan ibadah tetapi mempengaruhi
pola ibadah penderita.
3.1.3
Pemeriksaan Penunjang
Diagnosis DM harus didasarkan atas
pemeriksaan kadar glukosa darah, tidak dapat ditegakkan hanya atas dasar adanya
glukosuria saja. Dalam menegakkan diagnosis DM harus diperhatikan asal bahan
darah yang diambil dan cara pemeriksaan yang dipakai . Untuk diagnosis DM, pemeriksaan yang dianjurkan adalah pemeriksaan glukosa dengan cara enzimatik
dengan bahan glukosa darah plasma vena. Saat ini banyak dipasarkan alat
pengukur kadar glukosa darah cara reagen kering yang umumnya sederhana dan
mudah dipakai.
Hasil pemeriksaan kadar glukosa darah
memakai alat-alat tersebut dapat dipercaya sejauh kalibrasi dilakukan dengan baik
dan cara pemeriksaan sesuai dengan cara standar yang dianjurkan. Untuk memantau
kadar glukosa darah dapat dipakai bahan darah kapiler. Ada perbedaan antara uji
diagnostic DM dan pemeriksaan penyaring. Uji diagnostic DM dilakukan untuk
mereka yang menunjukan gejala atau tanda DM. Sedangkan pemeriksaan penyaring
bertujuan untuk mengidenfikasi mereka yang tidak bergejala tetapi memilliki
resiko DM.
Pemeriksaan
penyaring perlu dilakukan pada kelompok dengan resiko tinggi untuk DM, yaitu
kelompok usia dewasa tua (>40 tahun), obesitas, tekanan darah tinggi,
riwayat keluaraga DM, riwayat kehamilan dengan berat badan lahir bayi >4.000
g, riwayat DM pada kehamilan, dan dislipidemia.
Pemeriksaan
penyaring dapat dilakukan dengan pemeriksaan glukosa darah sewaktu, kadar
glukosa darah puasa, kemudian dapat diikuti dengan Tes Toleransi Glukosa Oral
(TTGO) standar. Untuk kelompok risiko tinggi yang hasil pemeriksaan
penyaringnya negatif, perlu pemeriksaan penyaring ulangan tiap tahun. Bagi
pasien berusia >45 tahun tanpa faktor risiko, pemeriksaan penyaring dapat
dilakukan setiap 3 tahun.
Cara pemeriksaan Tes
Toleransi Glukosa Oral (TTGO) adalah :
1.
Tiga hari sebelum pemeriksaan pasien
makan seperti biasa.
2.
Kegiatan jasmani sementara cukup, tidak
terlalu banyak.
3.
Pasien puasa semalam selama 10- 12 jam.
4.
Periksa glukosa darah puasa.
5.
Berikan glukosa 75 g yang dilarutkan
dalam air 250 ml,lalu minum dalam waktu 5 menit.
6.
Periksa glukosa darah 1 jam dan 2 jam
sesudah beban glukosa.
7.
Selama pemeriksaan, pasien yang
diperiksa tetap istirahat dan tidak merokok.
WHO (1985) menganjurkan
pemeriksaan standar seperti ini,tetapi kita hanya memakai pemeriksaan glukosa
darah 2 jam saja.
Pemeriksaan Laboratorium :
1.
Pemeriksaan
darah. Pemeriksaan darah meliputi : GDS > 200 mg/dl, gula darah puasa
>120 mg/dl dan dua jam post prandial > 200 mg/dl.
2.
Urine.
Pemeriksaan didapatkan adanya glukosa dalam urine. Pemeriksaan dilakukan dengan
cara Benedict ( reduksi ). Hasil dapat dilihat melalui perubahan warna pada
urine : hijau ( + ), kuning ( ++ ), merah ( +++ ), dan merah bata ( ++++ ).
3.
Kultur pus.
Mengetahui jenis kuman pada luka dan memberikan antibiotik yang sesuai dengan
jenis kuman.
3.1.4
Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan
fisik pada klien DM meliputi pemeriksaan fisik umum per sistem dari observasi
keadaan umum, pemeriksaan tanda-tanda vital, B1 (Breathing), B2 (Blood),
B3 (Brain), B4 (Bladder), B5 (Bowel), B6
(Bone).
A. Keadaan Umum dan Tanda-Tanda Vital
Keadaan penderita, keluhan nyeri, kesadaran,
suara bicara, tinggi badan, berat badan (apakah mengalami penurunan) dan tanda
– tanda vital. Lemah, letih, sulit bergerak atau berjalan, Kram otot, tonus
otot menuru. Gangguan tidur dan istirahat.
Kaji bentuk kepala, keadaan rambut,
adakah pembesaran pada leher, telinga kadang-kadang berdenging, adakah gangguan
pendengaran, lidah sering terasa tebal, ludah menjadi lebih kental, gigi mudah
goyah, gusi mudah bengkak dan berdarah, apakah penglihatan kabur / ganda, diplopia,
lensa mata keruh.
B. B1 (Breathing)
Takipnoe pada keadaan istirahat atau dengan
aktifitas, sesak nafas, batuk dengan tanpa sputum purulent dan tergantung ada
atau tidaknya infeksi, panastesia atau paralise otot pernafasan (jika kadar
kalium menurun tajam), RR > 24 x/menit. Adakah sesak nafas, batuk, sputum,
nyeri dada. Pada penderita DM mudah terjadi infeksi.
C. B2 (Blood)
Perfusi jaringan menurun, nadi perifer
lemah atau berkurang, takikardi / bradikardi, hipertensi atau hipotensi, aritmia,
kardiomegalis. Takikardia atau nadi menurun atau tidak ada, perubahan TD
postural, hipertensi dysritmia.
D. B3 (Brain)
Sakit kepala, menyatakan seperti mau
muntah, kesemutan, lemah otot, disorientasi, letargi, koma dan bingung, stupor /
koma, gangguan memori, kekacauan mental, reflek tendon menurun, aktifitas
kejang. Terjadi penurunan sensoris, parasthesia, anastesia, letargi, mengantuk,
reflek lambat, kacau mental, disorientasi.
F. B4 (Blandder)
Terdapat polifagi, polidipsi, mual, muntah,
diare, konstipasi, dehidrasi, perubahan berat badan, peningkatan lingkar
abdomen, obesitas. Kekakuan atau distensi abdomen, aseitas, wajah meringis pada
palpitasi, bising usus lemah / menurun. Urine encer, pucat, kuning, poliuria
(dapat berkembang menjadi oliguria / anuria jika terjadi hipovolemia berat),
urine berkabut, bau busuk (infeksi), abdomen keras, bising usus lemah dan
menurun.
G. B5 (Bowel)
Hilang napsu makan, mual atau muntah,
tidak mengikuti diet, peningkatan masukan glukosa / karbohidrat, penurunan berat
badan lebih dari periode beberapa hari/minggu, haus.
H. B6 (Bone)
Penyebaran lemak, penyebaran masa otot,
perubahn tinggi badan, cepat lelah, lemah dan nyeri, adanya gangren di
ekstrimitas. Tonus otot menurun, penurunan kekuatan otot, ulkus pada kaki, reflek
tendon menurun kesemuatan/rasa berat pada tungkai.
Turgor kulit menurun, adanya luka atau
warna kehitaman bekas luka, kelembaban dan shu kulit di daerah sekitar ulkus dan gangren, kemerahan pada
kulit sekitar luka, tekstur rambut dan kuku.
3.2 Diagnosa
Keperawatan
1.
Kekurangan
volume cairan yang berhubungan dengan diuresis osmotic (dari hiperglikemia),
kekurangan gastrik berlebihan : diare, muntah yang dibuktikan dengan
peningkatan haluan urine, kelemahan ektremitas, penurunan berat badan
tiba-tiba, kulit / membrane mukosa kering, turgor kulit buruk.
(Doenges,dkk,2012)
2.
Nutrisi kurang
dari kebutuhan tubuh yang berhubungan dengan ketidakcukupan insulin (penurunan
ambilan dan penggunan glukosa oleh jaringan mengakibatkan peningkatan
metabolisme protein atau lemak) yang dibuktikan dengan masukan makanan tak
adekuat, kurang minat pada makanan, penurunan badan ; kelemahan ; kelelahan ;
tonus otot buruk. (Doenges,dkk,2012)
3.
Resiko tinggi
terhadap infeksi yang berhubungan dengan faktor resiko kadar glukosa tinggi,
penurunan fungsi leukosit, perubahan pada sirkulasi, dan ISK.
4.
Resiko tinggi
perubahan sensori perseptual berhubungan dengan perubahan kimia endogen
(ketidakseimbangan glukosa / insulin dan elektrolit).
5.
Kelelahan
berhubungan dengan penurunan produksi energi metabolik, perubahan kimia darah,
insufisiensi insulin, peningkatan kebutuhan energi, status hipermetabolisme / infeksi.
3.3 Intervensi
Kekurangan volume cairan yang berhubungan dengan diuresis osmotic (dari hiperglikemia),
kekurangan gastrik berlebihan : diare, muntah yang dibuktikan dengan peningkatan haluan urine, kelemahan
ektremitas, penurunan berat badan tiba-tiba, kulit / membrane mukosa kering,
turgor kulit buruk.
|
||
Pecencanaan
|
||
Tujuan
|
Intervensi
|
Rasional
|
Kondisi tubuh stabil, tanda-tanda vital, turgor
kulit, normal dalam waktu 3x24 Jam dengan kriteria hasil :
Pasien menunjukan adanya perbaikan keseimbangan
cairan, dengan kriteria ; pengeluaran urine yang adekuat (batas normal),
tanda-tanda vital stabil, tekanan nadi perifer jelas, turgor kulit baik,
pengisian kapiler baik dan membran mukosa lembab atau basah.
|
1. Pantau tanda-tanda vital, catat adanya
perubahan TD ortostatik
2. Kaji nadi perifer, pengisian kapiler, turgor
kulit dan membrane mukosa
3. Pantau masukan dan pengeluaran, catat berat
jenis urine
4. Kolaborasi dengan memberikan terapi cairan
sesuai dengan indikasi ; normal salin atau setengah normal salin dengan atau
tanpa dektrosa. Albumin, plasma, atau dekstran.
|
1. Hypovolemia dapat dimanisfestasikan oleh
hipotensi dan takikardia. Perkiraan berat ringannya hypovolemia dapat dibuat
ketika tekanan darah sistolik pasien turun lebih dari 10 mm Hg dari posisi
berbaring ke posisi duduk / berdiri.
2. Merupakan indicator dari tingkat dehidrasi, atau
volume sirkulasi yang adekuat
3. Memberikan perkiraan kebutuhan akan cairan
pengganti, fungsi ginjal dan keefektifan dari terapi yang diberikan
4. Tipe dan jumlah cairan tergantung pada derajat
kekurangan cairan dan respon pasien secara individual. Plasma ekspander
(pengganti) kadang dibutuhkan jika kekurangan tersebut mengancam kehidupan
atau tekanan darah sudah tidak dapat kembali normal dengan usaha-usaha
rehidrasi yang telah dilakukan.
|
Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh yang berhubungan dengan ketidakcukupan insulin (penurunan
ambilan dan penggunan glukosa oleh jaringan mengakibatkan peningkatan
metabolisme protein atau lemak) yang
dibuktikan dengan masukan makanan tak adekuat, kurang minat pada makanan,
penurunan badan ; kelemahan ; kelelahan ; tonus otot buruk.
|
||
Perencanaan
|
||
Tujuan
|
Intervensi
|
Rasional
|
Berat badan dapat meningkat dengan nilai
laboratorium normal dan tidak ada tanda-tanda malnutrisi dalam waktu 3x24 jam
dengan kriteria hasil :
1. Pasien mampu mengungkapkan pemahaman tentang penyalahgunaan
zat, penurunan jumlah intake (diet pada status nutrisi).
2. Mendemonstrasikan perilaku, perubahan gaya
hidup untuk meningkatkan dan mempertahankan berat badan yang tepat.
|
1. Timbang berat badan setiap hari atau sesuai
dengan indikasi
2. Tentukan program diet dan pola makan pasien dan
bandingkan dengan makanan yang dapat dihabiskan pasien.
3. Auskultasi bising usus, cata adanya nyeri
abdomen atau perut kembung, mual, muntahan makanan yang belum sempat dicerna,
pertahankan keadaan puasa sesuai dengan indikasi.
4. Kolaborasi dengan pemeriksaan gula darah dengan menggunakan “finger
stick”
5. Pantau pemeriksaan laboratorium, seperti glukosa darah, aseton, pH, dan
HCO3.
|
2. Mengkaji pemasukan makanan yang adekuat
(termasuk absorbsi dan utilisasinya).
Intervensi
2. Mengidentifikasi kekurangan dan pengimpangan
dari kebutuhan terapeutik.
3. Hiperglikemia dan gangguan keseimbangan cairan
dan elektrolit dapat menurunkan motilitas atau fungsi lambung (distensi atau
ileus paralitik) yang akan mempengaruhi pilihan intevensi
4. Analisa di tempat tidur terhadap gula darah lebih akurat (menunjukkan
keadaan saat dilakukan pemeriksaan) dari pada memantau gula dalam urine
(reduksi urine) yang tidak cukup akurat untuk mendeteksi fluktuasi kadar gula
darah dan dapat dipengaruhi oleh ambang ginjal pasien secara individual atau
adaya retensi urine atau gagal ginjal.
5. Gula darah akan menurun perlahan dengan penggantian cairan dan terapi
insulin terkontrol. Dengan pemberian insulin dosis optimal, glukosa kemudian
dapat masuk kedalam sel dan digunakan untuk sumber kalori. Ketika hal ini
terjadi, kadar aseton akan menurun dan asidosis daat dikoreksi.
|
Resiko tinggi terhadap infeksi yang berhubungan dengan faktor resiko
kadar glukosa tinggi, penurunan fungsi leukosit, perubahan pada sirkulasi,
dan ISK.
|
||
Perencanaan
|
||
Tujuan
|
Intervensi
|
Rasional
|
Infeksi dapat dikurangi atau tidak terjadi dalam
waktu 2x24 jam dengan kriteria hasil :
Mengindentifikasi faktor-faktor risiko individu dan
intervensi untuk mengurangi potensial infeksi.
|
1. Observasi tanda-tanda infeksi dan peradangan, seperti demam, kemerahan,
adanya pus pada luka, sputum purulen, urine warna keruh atau berkabut.
2. Pertahankan teknik aseptik pada prosedur invasif (seperti pemasangan
infus, kateter Folley dan sebagainya) pemberian obat intravena dan memberikan
perawatan pemeliharaan. Lakukan pengobatan melalui IV sesuai indikasi.
3. Kolaborasi dengan berikan obat antibiotik yang sesuai.
|
1. Pasien mungkin masuk dengan infeksi yang biasanya telah mencetuskan
keadaan ketoasidosis atau dapat mengalami infeksi nosokomial.
2. Kadar glukosa yang tinggi dalam darah akan menjadi media terbaik bagi
pertumbuhan kuman.
3. Penanganan awal dapat membantu mencegah timbulnya sepsis.
|
3.4 Evaluasi
Evaluasi yang diharapkan pada pasien dengan diabetes
mellitus adalah :
1.
Kondisi tubuh
stabil, tanda-tanda vital, turgor kulit, normal.
2.
Berat badan
dapat meningkat dengan nilai laboratorium normal dan tidak ada tanda-tanda
malnutrisi.
3.
Infeksi tidak
terjadi
4.
Rasa lelah
berkurang atau penurunan rasa lelah
5.
Pasien
mengutarakan pemahaman tentang kondisi, efek prosedur dan proses pengobatan.
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Diabetes melitus (DM) merupakan suatu penyakit
dimana terjadi gangguan metabolisme karbohidrat, protein dan lemak. Hal ini
diakibatkan oleh kurangnya sensitivitas otot ataupun jaringan terhadap insulin,
yang disebut dengan resistensi insulin ataupun oleh kurangnya hormon insulin
atau disebut dengan defisiensi insulin.
Terdapat dua jenis penyakit diabetes
mellitus, yaitu Diabetes mellitus tipe I (insulin-dependent diabetes mellitus)
dan diabetes mellitus tipe II (noninsulin-dependent diabetes mellitus).
Etiologi DM Faktor genetik (resistensi insulin), usia (resistensi cenedrung
meningkat di usia 65 tahun), obesitas, makan berlebihan, kurang olah raga,
stres dan penuaan, riwayat keluarga dengan diabetes. Gejala paling khas pada
diabetes mellitus adalah polyuria, polidipsi, polifagi, lemas, berat badan
turun, hiperglikemi, dan glukosuria.
Diagnose Keperawatan, 1. Kekurangan volume cairan
yang berhubungan dengan diuresis osmotic (dari hiperglikemia), kekurangan
gastrik berlebihan : diare, muntah yang dibuktikan dengan peningkatan haluan
urine, kelemahan ektremitas, penurunan berat badan tiba-tiba, kulit / membrane
mukosa kering, turgor kulit buruk.
2. Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh yang
berhubungan dengan ketidakcukupan insulin (penurunan ambilan dan penggunan
glukosa oleh jaringan mengakibatkan peningkatan metabolisme protein atau lemak)
yang dibuktikan dengan masukan makanan tak adekuat, kurang minat pada makanan,
penurunan badan ; kelemahan ; kelelahan ; tonus otot buruk.
3. Resiko tinggi terhadap infeksi yang berhubungan
dengan faktor resiko kadar glukosa tinggi, penurunan fungsi leukosit, perubahan
pada sirkulasi, dan ISK.
4.2 Saran
Sebagai tenaga kesehatan kita harus
memberikan upaya promotive dan prefentive untuk meminimalkan banyaknya
penderita DM. Pilihan makanan, faktor genetic atau keturunan, gaya hidup,
kebiasaan, latas belakang etnis, dan budaya sangat mempengaruhi kondisi
kesehatan terkait DM. Harus bisa mengontrol kadar gula darah diperlukan
konsistensi dalam mempertahankan jumlah kalori dan karbohidrat yang dikonsumsi
pada setiap sesi makan.
Daftar Pustaka
Cahya,A. 2013. Asuhan keperawatan DM. Diakses Tanggal 9
Februari 2018. Pk 12:20 dari https://ainicahayamata.wordpress.com/nursing-only/keperawatan-medikal-bedah-kmb/askep-diabetes-melitus/
Doenges,M ,Moorhouse,M ,Geissler,
A. 1993. Rencana Asuhan Keperawatan :
Pedoman Untuk Perencanaan Dan Pendokumentasian Perawatan Pasien, Ed.3. Alih
Bahasa : Kariasa,M ,Sumarwati,M. 2012. Jakarta : ECG
Kowalak,J ,Welsh,W ,Mayer,B.
2003. Buku Ajar Patofisiologi. Alih
Bahasa : Hartono,A. 2014. Jakarta : ECG
Mansjoer,A ,Triyani,K ,Savitri,
R,Dkk. 2001. Kapita Selekta Kedokteran.
Jakarta : Media Aesculapius
Tambayong,J.
2000. Patofisiologi Untuk Keperawatan.
Jakarta : EGC
No comments:
Post a Comment