Thursday 10 May 2018

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DIABETES MILITUS

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DIABETES MILITUS
SEMESTER 4



Oleh :
CITRA WAHYU MASLUKHA (201602012)
RUFINA PUSPITA DEWI (201602044)
STEVEN YHOGA PRATAMA (201602048)



PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN KATOLIK
ST. VINCENTIUS A PAULO
SURABAYA
2018

Kata Pengantar

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala rahmatNYA sehingga makalah yang berjudul “Asuhan Keperawatan Pada Pasien Diabetes Militus”. Dan harapan kami semoga makalah ini bermanfaat dan dapat menambah pengetahuan bagi pembaca, untuk ke depannya. Kerena kererbatasan pengetahuan dan pengalaman kami, kami yakin masih banyak kekurangan dalam makalah ini. Oleh karena itu kami mengharapkan saran kepada pembaca untuk membangun kesempurnaan makalah ini.

Surabaya, Februari 2018

Tim Penyusun




Daftar isi

Kata Pengantar................................................................................................... II
Daftar Isi............................................................................................................ III
BAB I PENDAHULUAN................................................................................... 1
1.1 Latar Belakang................................................................................................. 1
1.2 Rumusan Masalah............................................................................................ 2
1.3 Tujuan.............................................................................................................. 2
BAB II LANDASAN TEORI............................................................................. 3
2.1 Definisi............................................................................................................ 3
2.2 Klasifikasi........................................................................................................ 3
2.3 Etiologi............................................................................................................ 5
2.3.1 Etiologi DM Tipe 1....................................................................................... 6
2.3.2 Etiologi DM Tipe 2....................................................................................... 7
2.4 Patofisiologi..................................................................................................... 7
2.4.1 Patofisiologi DM Tipe 2............................................................................... 7
2.5 Manifestasi Klinis............................................................................................ 8
2.6 Komplikasi Kronis........................................................................................... 9
2.7 Penatalaksanaan Medis.................................................................................... 9
2.8 Penatalaksanaan Nutisi.................................................................................. 10


BAB III PEMBAHASAN ASUHAN KEPERAWATAN............................. 11
3.1 Pengkajian...................................................................................................... 11
3.1.1 Anamnese................................................................................................... 11
3.1.2 Pola Pemenuhan Kebutuhan Dasar............................................................. 12
3.1.3 Pemeriksaan Penunjang.............................................................................. 14
3.1.4 Pemeriksaan Fisik....................................................................................... 16
3.2 Diagnosa Keperawatan ................................................................................. 18
3.3 Intervensi....................................................................................................... 18
3.4 Evaluasi.......................................................................................................... 21
BAB IV PENUTUP........................................................................................... 22
4.1 Kesimpulan.................................................................................................... 22
4.2 Saran.............................................................................................................. 23
Daftar Pustaka................................................................................................... 24




BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Diabetes mellitus adalah suatu penyakit yang ditandai dengan kadar glukosa dalam darah yang mlebihi batas normal. Apabila penyakit ini dibiarkan tak terkendali, maka akan menimbulkan komplikasi-komplikasi ke bagian organ-organ tubuh yang lainnya. Bisa juga berakibat fatal seperti penyakit jantung, kebutaan, dan mudah terkena ateroskelosis. (Mansjoer,dkk,2001)
Diabetes melitus (DM) merupakan suatu penyakit dimana terjadi gangguan metabolisme karbohidrat, protein dan lemak. Hal ini diakibatkan oleh kurangnya sensitivitas otot ataupun jaringan terhadap insulin, yang disebut dengan resistensi insulin ataupun oleh kurangnya hormon insulin atau disebut dengan defisiensi insulin.
Gejala paling khas pada diabetes mellitus adalah polyuria, polidipsi, polifagi, lemas, berat badan turun, hiperglikemi, dan glukosuria. Umumnya diabetes mellitus disebabkan oleh rusaknya sebagian kecil / sebagian besar sel beta pada pulau-pulau Langerhans pada pankreas yang berfungsi menghasilkan insulin, sehingga terjadi kekurangan insulin.
Ternyata sampai saat ini masih saja penderita DM bertambah banyak. Hal tersebut disebabkan masih banyak  asyarakat yang khususnya penerita DM tidak tanggap terhadap penyakitnya. Hal itu mungkin disebabkan karena ketidaktahuannya akan penyakit DM tersebut, tidak ada yang peduli terhadap DM itu sendiri. Padahal sudah jelas betapa penyakit DM itu dapat menimbulkan komplikasi yang dapat berakibat fatal.
Terdapat dua jenis penyakit diabetes mellitus, yaitu Diabetes mellitus tipe I (insulin-dependent diabetes mellitus) dan diabetes mellitus tipe II (noninsulin-dependent diabetes mellitus). Diabetes mellitus tipe I yaitu dicirikan dengan hilangnya sel penghasil insulin pada  pulau-pulau langhernas pankreas sehingga terjadi kekurangan insulin pada tubuh. Diabetes mellitus tipe II, terjadi akibat ketidakmampuan tubuh untuk merespon dengan wajar terhadap aktivitas insulin yang dihasilkan pankreas (resistensi insulin), sehingga tidak tercapai kadar glukosa yang normal dalam darah. Diabetes mellitus tipe II lebih banyak ditemukan dan meliputi 90% dari semua kasus diabetes di seluruh dunia.
1.2 Rumusan Masalah
1.2.1                    Apa Pengertian Atau Definisi Dari Diabetes Mellitus ?
1.2.2                    Apa Saja Klasifikasi Dari Diabetes Mellitus ?
1.2.3                    Bagaimana Etiologi Diabetes Mellitus ?
1.2.4                    Bagaimana Patofisiologi Diabetes Mellitus ?
1.2.5                    Bagaimana Manifestasi Klinis Diabetes Mellitus ?
1.2.6                    Apa Saja Komplikasi Kronis Diabetes Mellitus ?
1.2.7                    Bagaimana Penatalaksanaan Medis & Nutrisi Diabetes Mellitus ?
1.2.8                    Bagaimana Penulisan Asuhan Keperawatan Pada Pasien DM ?
1.2.9                    Bagaimana WOC Diabetes Mellitus ?
1.3 Tujuan
1.3.1                    Mengetahui Pengertian Atau Definisi Dari Diabetes Mellitus
1.3.2                    Memahami Klasifikasi Dari Diabetes Mellitus
1.3.3                    Mengetahui Etiologi Diabetes Mellitus
1.3.4                    Memahami Patofisiologi Diabetes Mellitus
1.3.5                    Mengetahui Manifestasi Klinis Diabetes Mellitus
1.3.6                    Mengetahui Komplikasi Kronis Diabetes Mellitus
1.3.7                    Mengetahui Penatalaksanaan Medis & Nutrisi Diabetes Mellitus
1.3.8                    Memahami Penulisan Asuhan Keperawatan Pada Pasien DM
1.3.9                    Memahami WOC Diabetes Mellitus





BAB II
LANDASAN TEORI
2.1 Definisi
Diabetes Melitus adalah gangguan metabolisme yang secara genetis dan klinis termasuk heterogen dengan manifestasi berupa hilangnya toleransi karbohidrat. DM bukanlah suatu entitas tunggal tetapi lebih merupakan suatu kelompok penyakit metabolik dengan gambaran umum hiperglikemia. Hiperglikemia dalam diabetes diakibatkan karena kerusakan dalam sekresi insulin, kerja insulin atau dari keduanya. Hiperglikemia kronis dan kerusakan metabolik yang mendukung mungkin berhubungan dengan kerusakan sekunder pada multipel sistem organ, khususnya ginjal, mata, saraf dan pembuluh darah. DM merupakan penyakit metabolik yang ditimbulkan oleh interaksi berbagai faktor: genetik, imunologik, lingkungan dan gaya hidup. Penyakit ini ditandai dengan hiperglikemia, suatu kondisi yang terjalin erat dengan kerusakan pembuluh darah besar (makrovaskuler) maupun kecil (mikrovaskuler) yang berakhir sebagai kegagalan, kerusakan, atau gangguan fungsi organ. (Kowalak,dkk,2014)
Dari beberapa definisi di atas dapat disimpulkan bahwa DM merupakan  kelompok penyakit metabolik dengan manifestasi hiperglikemia dan dapat menyebabkan kerusakan organ lain dalam tubuh.
2.2 Klasifikasi
Beberapa klasifikasi DM telah diperkenalkan berdasarkan metode presentasi klinis, umur awitan  dan  riwayat penyakit. Klasifikasi DM  berdasarkan pengetahuan mutakhir mengenai patogenesis sindrom diabetes dan gangguan toleransi glukosa terbagi menjadi empat tipe yaitu : DM tipe 1, dan DM tipe 2. (Mansjoer,dkk,2001)
A. DM tipe 1 secara tradisional dianggap timbul terutama pada umur 18 tahun, tetapi sekarang diketahui dapat timbul pada semua umur. Diabetes jenis ini terjadi akibat kerusakan sel beta pankreas dikenal sebagai tipe juvenile onset  dan tipe dependen insulin. DM tipe 1 biasanya ditandai oleh defisiensi insulin absolut karena kerusakan sel beta pankreas akibat serangan autoimun, faktor genetis, imunologis, mungkin juga lingkungan (mis: virus).
Awitan pada DM tipe 1 ditandai oleh poliuria, polidipsia, polifagia, penurunan berat badan, pandangan kabur yang merupakan akibat gangguan metabolic. Defisiensi insulin menyebabkan keadaan katabolik pada metabolisme glukosa, lemak dan  protein. Hiperglikemia yang terjadi melebihi ambang reabsorpsi ginjal sehingga timbul glikosuria.
Glikosuria memicu diuresis osmotik dan menyebabkan poliuria, sehingga air dan elektrolit keluar dalam jumlah besar. Pengeluaran air melalui ginjal disertai hiperosmolaritas akibat meningkatnya kadar glukosa di dalam darah cenderung menguras air intrasel, merangsang osmoreseptor di pusat-pusat haus di otak. Dengan cara ini timbul rasa haus yang hebat (polidipsia). Katabolisme protein dan lemak cenderung memicu keseimbangan energi negatif, yang menyebabkan nafsu makan meningkat (polifagia). Meskipun nafsu makan meningkat, efek katabolik tetap lebih dominan  sehingga berat badan menurun dan otot melemah.
B. DM tipe 2, Kadar glukosa darah normalnya dipertahankan dalam kisaran sangat sempit, biasanya 70-120 mg/dl. Pemeriksaan kadar glukosa darah puasa dilakukan pada pasien yang telah berpuasa minimal selama 8 jam (boleh minum) tidak boleh lebih dari 16 jam diambil untuk diperiksa. Pemeriksaan glukosa darah puasa merupakan pemeriksaan baku emas (gold standard) untuk diagnosis DM. Diagnosa DM tipe 2 dipastikan oleh peningkatan glukosa darah yang memenuhi salah satu dari tiga kriteria berikut ini. (Mansjoer,dkk,2001)
DM jenis ini mulai pada pertengahan umur atau lebih. Gejala mulai lebih bertahap dibanding dengan DM tipe 1 dan diagnosis sering dibuat jika  individu tanpa gejala ditemukan mempunyai peningkatan glukosa  plasma pada pemeriksaan  laboratotium rutin. Insiden DM  tipe 2 90-95% dari keseluruhan DM. DM tipe 2 disebabkan oleh kombinasi dari faktor genetik yang berhubungan dengan gangguan sekresi insulin dan resistensi insulin relatif dan lingkungan faktor-faktor seperti obesitas, makan berlebihan, kurang olahraga dan stres serta penuaan.
Sekitar 80% pasien DM tipe 2 mengalami obesitas. Obesitas berkaitan dengan  resistensi insulin, maka akan timbul kegagalan toleransi glukosa yang menyebabkan DM tipe 2. Pengurangan berat badan seringkali dikaitkan dengan perbaikan dalam sensitifitas insulin dan pemulihan toleransi glukosa. Sintesis lemak terstimulasi insulin dalam  hati dengan transpor lemak (melalui lipoprotein kepadatan sangat rendah) menyebabkan penyimpanan lemak sekunder dalam otot. Peningkatan oksidasi lemak akan mengganggu ambilan glukosa dan sintesis glikogen. Penurunan pelepasan insulin yang terlambat dapat disebabkan oleh efek toksik glukosa terhadap pulau pankreas atau akibat defek genetik yang  mendasari. Namun obesitas bukan merupakan satu-satunya penyebab resistensi insulin. DM jenis ini disebut juga diabetes onset-matur (onset-dewasa) dan diabetes resistan-ketosis.
DM tipe 2 juga dapat  bermanifestasi sebagai poliuria dan polidipsia tetapi tidak seperti DM tipe 1. Pasien sering berumur lebih tua (lebih dari 40 tahun). Namun dengan meningkatnya obesitas dan gaya hidup yang tidak banyak breaktivitas dalam masyarakat kita, DM tipe 2 sering dijumpai pada anak dan remaja.
Tidak terjadinya ketoasidosis dan gambaran klinis yang lebih ringan pada DM tipe 2 diperkirakan disebabkan oleh kadar insulin vena porta yang lebih   tinggi dibanding dengan pasien DM tipe 1, yang mencegah oksidasi asam lemak berlebihan di hati dan menekan pembentukan badan keton
2.3 Etiologi
Diabetes Melitus mempunyai etiologi yang heterogen, dimana berbagai lesi dapat menyebabkan insufisiensi insulin, tetapi determinan genetik biasanya memegang peranan penting pada mayoritas DM. Faktor lain yang dianggap sebagai kemungkinan etiologi DM yaitu :
1.      Kelainan sel beta pankreas, berkisar dari hilangnya sel beta sampai kegagalan sel beta melepas insulin.
2.      Faktor – faktor lingkungan yang mengubah fungsi sel beta, antara lain agen yang dapat menimbulkan infeksi, diet dimana pemasukan karbohidrat dan gula yang diproses secara berlebihan, obesitas dan kehamilan.
3.      Gangguan sistem imunitas. Sistem ini dapat dilakukan oleh autoimunitas yang disertai pembentukan sel – sel antibodi antipankreatik dan mengakibatkan kerusakan sel - sel penyekresi insulin, kemudian peningkatan kepekaan sel beta oleh virus.
4.      Kelainan insulin. Pada pasien obesitas, terjadi gangguan kepekaan jaringan terhadap insulin akibat kurangnya reseptor insulin yang terdapat pada membran sel yang responsir terhadap insulin.
Insulin Dependent Diabetes Melitus (IDDM) Atau Diabetes Melitus Tergantung Insulin (DMTI) disebabkan oleh destruksi sel beta pulau langerhans akibat proses autonimun. Sedangkan Non Insulin Dependent  Diabetes Melitus (NIDDM) atau Diabetes Melitus Tidak Tergantung Insulin (DMTTI) disebabkan kegagalan relatif sel beta dan resistensi insulin. Resistensi insulin adalah turunnya kemampuan insulin untuk merangsang pengambilan glukosa oleh jaringan perifer dan untuk menghambat produksi glukosa oleh hati. Sel beta tidak mampu mengimbangi resistensi insulin ini sepenuhnya, artinya terjadi defisiensi relatif insulin. Ketidakmampuan ini terlihat dari berkurangnya sekrsi insulin pada rangsangan glukosa. Maupun pada rangsangan glukosa bersama bahan perangsang sekresi insulin lain. Berarti sel beta pankreas mengalami desensititasi terhadap glukosa.
2.3.1 Etiologi DM Tipe 1
1.      Faktor genetic. Penderita diabetes tidak mewarisi diabetes tipe I itu sendiri; tetapi mewarisi suatu predisposisi atau kecenderungan genetik ke arah terjadinya DM tipe I. Kecenderungan genetik ini ditemukan pada individu yang memiliki tipe antigen HLA.
2.      Faktor imunologi. Adanya respons autoimun yang merupakan respons abnormal dimana antibodi terarah pada jaringan normal tubuh dengan cara bereaksi terhadap jaringan tersebut yang dianggapnya seolah-olah sebagai jaringan asing. Yaitu otoantibodi terhadap sel-sel pulau Langerhans dan insulin endogen.
3.      Faktor lingkungan. Virus, bakteri, bahan toksik.

2.3.2 Etiologi DM Tipe 2
1.      Faktor genetik (resistensi insulin)
2.      Usia (resistensi cenedrung meningkat di usia 65 tahun)
3.      Obesitas, makan berlebihan, kurang olah raga, stres dan penuaan
4.      Riwayat keluarga dengan diabetes
2.4 Patofisiologi
Sebagian besar gambaran patologik dari DM dapat dihubungkan dengan salah satu efek utama akibat kurangnya insulin berikut (Kowalak,dkk,2014),:
1.      Berkurangnya pemakaian glukosa oleh sel – sel tubuh yang mengakibatkan naiknya konsentrasi glukosa darah setinggi 300 – 1200 mg/dl.
2.      Peningkatan mobilisasi lemak dari daerah penyimpanan lemak yang menyebabkan terjadinya metabolisme lemak yang abnormal disertai dengan endapan kolestrol pada dinding pembuluh darah.
3.      Berkurangnya protein dalam jaringan tubuh. Pasien – pasien yang mengalami defisiensi insulin tidak dapat mempertahankan kadar glukosa plasma puasa yang normal atau toleransi sesudah makan. Pada hiperglikemia yang parah yang melebihi ambang ginjal normal (konsentrasi glukosa darah sebesar 160 – 180 mg/100 ml), akan timbul glikosuria karena tubulus – tubulus renalis tidak dapat menyerap kembali semua glukosa.
2.4.1 Patofisiologi DM Tipe 2
Dua defek metabolik yang merupakan karaktersitik DM tipe 2 adalah
1.      Resistensi terhadap kerja insulin pada jaringan target,
2.      Disfungsi sel beta yang ditandai dengan sekresi insulin yang tidak adekuat. Pada penelitian lain dipaparkan juga penyebab DM tipe 2 ketidakadekuatan produk supresi yaitu glucagon. Dalam banyak kasus resistensi insulin merupakan penyebab utama kemudian diikuti dengan disfugsi sel beta.
Resistensi insulin didefinisikan sebagai resistensi terhadap efek insulin pada penyerapan, metabolisme atau penyimpanan glukosa. Resistensi insulin merupakan gambaran khas pada kebanyakan pasien DM tipe 2 dan hampir selalu ditemukan pada pengidap DM yang kegemukan. Resiko DM meningkat seiring dengan peningkatan BMI (suatu ukuran kandungan lemak tubuh).
Obesitas pada DM tipe 2 menunjukkan bahwa dalam keadaan kelebihan lemak terdapat kelainan mendasar pada pembentukan sinyal insulin. Obesitas sentral (lemak abdomen) lebih besar kemungkinannya menyebabkan resistensi insulin dibanding dengan endapan lemak perifer (gluteus/subkutis). Resistensi insulin menyebabkan berkurangnya penyerapan glukosa di otot dan jaringan lemak dan ketidakmampuan hormon menekan glukoneogenesis di hati. (Kowalak,dkk,2014)
Meskipun terjadi gangguan sekresi insulin yang merupakan ciri khas diabetes tipe II, namun masih terdapat insulin dengan jumlah yang adekuat untuk mencegah pemecahan lemak dan produksi badan keton yang menyertainya. Karena itu, ketoasidosis diabetik tidak terjadi pada diabetes tipe II. Meskipun demikian, diabetes tipe II yang tidak terkontrol dapat menimbulkan masalah akut lainnya yang dinamakan sindrom hiperglikemik hiperosmoler nonketotik (HHNK).
Penanganan primer diabetes tipe II adalah dengan menurunkan berat badan, karena resistensi insulin bekaitan dengan obesitas. Latihan merupakan unsur yang penting pula untuk meningkatkan efektifitas insulin.
2.5 Manifestasi Klinis
Poliuria, polidipsia dan polifagia. Malaise, kesemutan pada ekstremitas. Keletihan dan kelemahan, perubahan pandangan secara mendadak, sensasi kesemutan atau kebas di tangan atau kaki, kulit kering, lesi kulit atau luka yang lambat sembuh, atau infeksi berulang .
Awitan diabetes tipe 1 dapat disertai dengan penurunan berat badan mendadak atau mual, muntah atau nyeri lambung.
DM tipe 2 disebabkan oleh intoleransi glukosa yang progesif dan berlangsung perlahan (bertahun-tahun) dan mengakibatkan komplikasi jangka panjang apabila diabetes tidak terdeteksi selama bertahun-tahun (mis : penyakit mata, neuropati perifer). Komplikasi dapat muncul sebelum diagnosis yang sebenarnya ditegakkan.

2.6 Komplikasi Kronis
Gangguan makrovaskular dan mirkovaskular
1.      Kekurangan insulin akan mengganggu jalur poliol (glukosa, sorbitol, fruktosa) yang kahirnya menyebabkan penimbunan sorbitol.
2.      Penimbunan sorbitol dalam lensa menyebabkan katarak dan kebutaan.
3.      Pada jairngan saraf penimbunan sorbitol dan fruktosa dan penurunan kadar mioinositol dapat berefek pada kondisi neuropati.
4.      Perubahan biokimia dalam jaringan saraf akan mengganggu kegiatan metabolik sel Schwan dan menyebabkan kehilangan akson.
5.      Pada tahap dini kecepatan konduksi motorik akan berkurang selanjutnya muncul keluhan nyeri, parestesia, berkurnag sensai getar dan propioseptik dan gangguan motorik yang disertai hilangnya refleks tendon, kelemahan otot dan atrofi.
6.      Neuropati dapat menyerang saraf perifer, saraf kranial atau saraf otonom.
7.      Terserangnya sistem saraf otonom dapat disertai diare noktural, keterlambatan pengosongan lambung, hipotensi postural dan impotensi.
8.      Peningkatan glukosa menyebabkan peningkatan sorbitol dalam intima vaskular, hiperlipoproteinemia dan kelainan pembekuan darah. Akibat kerusakan pada pembuluh darah besar atau dikenal dengan makroangipati.
9.      Makroangipati akan mengakibatkan penyumbatan vaskular > jika menyumbat pada arteri perifer yang disertai klaudikasio intermiten dan ganggren ekstremitas, jika pembuluh darah arteria koronaria dan aorta yang terkena >  infark dan angina.
2.7 Penatalaksanaan Medis
Tujuan utama terapi : menormalkan aktivitas insulin dan kadar glukosa darah guna mengurangi komplikasi vaskular dan neuropatik.
Tujuan terapeutik pada setiap tipe DM : mencapai kadar glukosa darah normal, tanpa disertai hipoglikemia dan tanpa mengganggu aktivitas pasien sehari-hari.

Terdapat 5 komponen penatalaksanana diabetes :
1.      Nutrisi
2.      Olah raga
3.      Pemantauan terapi farmakologis
4.      Edukasi
Terapi primer untuk diabetes tipe 1 adalah insulin. Terapi primer untuk diabetes tipe 2 adalah penurunan berat badan. Olahraga penting untuk meningkatkan keefektifan insulin
Penggunaan agens hipoglikemik oral apabila diet dan olah raga tidak berhasil mengontrol kadar gula darah. Injeksi insulin dapat digunakan pada kondisi akut. Mengingat terapi bervariasi selama perjalanan penyakit karena adanya perubahan gaya hidup dan status fisik serta emosional dan juga kemjuan terapi, terus kaji dan modifikasi rencana terapi serta lakukan penyesuaian terapi setiap hari. Edukasi diperlukan untuk pasien dan keluarga.
2.8 Penatalaksanaan Nutrisi
1.      Rencana makan harus dipertimbangkan pilihan makanan pasien, gaya hidup, kebiasaan waktu makan pasien, latar belakang etnis dan budaya pasien.
2.      Bagi yang membutuhkan insulin untuk mengontrol kadar gula darah diperlukan konsistensi dalam mempertahankan jumlah kalori dan karbohodrat yang dikonsumsi pada setiap sesi makan.
3.      Edukasi tentang kebiasaan makan yang konsisten.






BAB III
PEMBAHASAN ASUHAN KEPERAWATAN
3.1 Pengkajian
Pengkajian merupakan tahap dimana perawat mengumpulkan data secara sistematis, memilih dan mengatur data yang dikumpulkan dan mendokumentasikan data dalam format yang didapat. Untuk itu diperlukan kecermatan dan ketelitian tentang masalah-masalah klien sehingga dapat memberikan arah terhadap tindakan keperawatan.
3.1.1 Anamnese
A. Identitas
Meliputi nama, umur, jenis kelamin, agama, pendidikan, pekerjaan, alamat, status perkawinan, suku bangsa, nomor register, tanggal masuk rumah sakit dan diagnosa medis.
B. Keluhan Utama
Pada umumnya keluhan utamanya yakni adanya rasa kesemutan pada kaki atau tungkai bawah, rasa raba yang menurun, adanya luka yang tidak sembuh - sembuh dan berbau, adanya nyeri pada luka. Untuk memperoleh pengkajian yang lengkap tentang rasa nyeri klien digunakan teori PQRST.
C. Riwayat Penyakit Sekarang
Menggambarkan perjalanan penyakit yang saat ini sedang dialaminya. Berisi tentang kapan terjadinya luka, penyebab terjadinya luka serta upaya yang telah dilakukan oleh penderita untuk mengatasinya. Biasanya klien masuk ke RS dengan keluhan utama gatal-gatal pada kulit yang disertai bisul/lalu tidak sembuh-sembuh, kesemutan atau rasa berat, mata kabur, kelemahan tubuh. Disamping itu klien juga mengeluh poli urea, polidipsi, anorexia, mual dan muntah, BB menurun, diare kadang-kadang disertai nyeri perut, kramotot, gangguan tidur atau istirahat, haus-haus, pusing-pusing atau sakit kepala, kesulitan orgasme pada wanita dan masalah impoten pada pria.
D. Riwayat Penyakit Dahulu
Adanya riwayat penyakit DM atau penyakit - penyakit  lain yang ada kaitannya dengan defisiensi insulin misalnya penyakit pankreas.  Adanya riwayat penyakit jantung, obesitas, maupun arterosklerosis, tindakan medis yang pernah di dapat maupun obat-obatan yang biasa digunakan oleh penderita.
1.      Riwayat hipertensi/infark miocard akut dan diabetes gestasional.
2.      Riwayat ISK berulang.
3.      Penggunaan obat-obat seperti steroid, dimetik (tiazid), dilantin dan penoborbital.
4.      Riwayat mengkonsumsi glukosa/karbohidrat berlebihan.
E. Riwayat Penyakit atau Kesehatan Keluarga
Terdapat salah satu anggota keluarga yang juga menderita DM atau penyakit keturunan yang dapat menyebabkan terjadinya defisiensi insulin misal hipertensi, dan jantung.
F. Riwayat Psikososial
Meliputi informasi mengenai prilaku, perasaan dan emosi yang dialami penderita sehubungan dengan penyakitnya serta tanggapan keluarga terhadap penyakit penderita.
3.1.2 Pola Pemenuhan Kebutuhan Dasar
A. Pola Persepsi Management Kesehatan
Menjelaskan tentang persepsi atau pandangan klien terhadap sakit yang dideritanya, tindakan atau usaha apa yang dilakukan klien sebelum dating kerumah sakit, obat apa yang telah dikonsumsi pada saat akan dating kerumah sakit.
B. Pola Nutrisi Dan Metabolisme
Menggambarkan asupan nutrisi, keseimbangan cairan dan elektrolit, kondisi rambut, kuku dan kulit, kebiasaan makan, frekuensi makan, nafsu makan, makanan pantangan, makanan yang disukai dan banyaknya minum yang dikaji sebelum dan sesudah masuk RS. Pada pasien DM akibat produksi insulin tidak adekuat atau adanya defisiensi insulin maka kadar gula darah tidak dapat dipertahankan sehingga menimbulkan keluhan sering kencing, banyak makan, banyak minum, berat badan menurun dan mudah lelah. Keadaan tersebut dapat mengakibatkan terjadinya gangguan nutrisi dan metabolisme yang dapat mempengaruhi status kesehatan  penderita.
C. Pola Eliminasi
Menggambarkan pola eliminasi klien yang terdiri dari frekuensi, volume, adakah disertai rasa nyeri, warna dan bau.
D. Pola Tidur Dan Istirahat
Menggambarkan penggunaan waktu istirahat atau waktu senggang, kesulitan dan hambatan dalam tidur, pada pasien dengan kasusu DM Adanya poliuri, nyeri pada kaki yang luka dan situasi rumah sakit yang ramai akan mempengaruhi waktu tidur dan istirahat penderita, sehingga pola tidur dan waktu tidur penderita mengalami perubahan.
E. Pola Aktivitas Dan Latihan
Menggambarkan kemampuan beraktivitas sehari-hari, fungsi pernapasan dan fungsi sirkulasi.
I. Pola  Kognitif  Perceptual
Menggambarkan pola kemampuan klien untuk proses berpikir, pola penglihatan, pendengaran, pengecapan, penciuman dan persepsi sensasi nyeri serta kemampuan berkomunikasi dan mengerti akan penyakitnya. Pasien dengan gangren  cenderung mengalami neuropati / mati rasa pada luka sehingga tidak peka terhadap adanya trauma.
J. Pola Persepsi Dan Konsep Diri
Menggambarkan citra diri, identitas diri, harga diri dan ideal diri seseorang dimana perubahan yang terjadi pasa kasus DM adanya perubahan fungsi dan struktur tubuh akan menyebabkan penderita mengalami gangguan pada gambaran diri. Luka yang sukar sembuh, lamanya perawatan, banyaknya biaya perawatan dan pengobatan menyebabkan pasien mengalami kecemasan dan gangguan peran pada keluarga.
K. Pola Hubungan Dan Peran
Menggambarkan tentang hubngan klien dengan lingkungan disekitar serta hubungannya dengan keluarga dan orang lain. Seseorang dengan kasus DM akan menyebabkan Luka gangren yang sukar sembuh dan berbau menyebabkan penderita malu dan menarik diri dari pergaulan.
L. Pola Seksual Dan Reproduksi
Meggambarkan tentang seksual klien. Dampak angiopati dapat terjadi pada sistem pembuluh darah di organ reproduksi sehingga menyebabkan gangguan potensi sek, gangguan kualitas maupun  ereksi, serta memberi dampak pada proses ejakulasi serta orgasme.
M. Pola Mekanisme Koping Dan Toleransi Terhadap Stress
Menggambarkan kemampuan koping pasien terhadap masalah yang dialami dan dapat menimbulkan ansietas. Lamanya waktu perawatan, perjalanan penyakit yang kronik, perasaan tidak berdaya karena ketergantungan menyebabkan reaksi psikologis yang negatif  berupa marah, kecemasan, mudah tersinggung dan lain – lain, dapat menyebabkan penderita tidak mampu menggunakan mekanisme koping yang konstruktif / adaptif.
N. Pola Tata Nilai Dan Kepercayaan
Menggambarkan sejauh mana keyakinan pasien terhadap kepercayaan yang dianut dan bagaimana dia menjalankannya. Adanya perubahan status kesehatan dan penurunan fungsi tubuh serta luka pada kaki tidak menghambat penderita dalam melaksanakan ibadah tetapi mempengaruhi pola ibadah penderita.
3.1.3 Pemeriksaan Penunjang
Diagnosis DM harus didasarkan atas pemeriksaan kadar glukosa darah, tidak dapat ditegakkan hanya atas dasar adanya glukosuria saja. Dalam menegakkan diagnosis DM harus diperhatikan asal bahan darah yang diambil dan cara pemeriksaan yang dipakai    . Untuk diagnosis DM, pemeriksaan yang dianjurkan adalah  pemeriksaan glukosa dengan cara enzimatik dengan bahan glukosa darah plasma vena. Saat ini banyak dipasarkan alat pengukur kadar glukosa darah cara reagen kering yang umumnya sederhana dan mudah dipakai.
Hasil pemeriksaan kadar glukosa darah memakai alat-alat tersebut dapat dipercaya sejauh kalibrasi dilakukan dengan baik dan cara pemeriksaan sesuai dengan cara standar yang dianjurkan. Untuk memantau kadar glukosa darah dapat dipakai bahan darah kapiler. Ada perbedaan antara uji diagnostic DM dan pemeriksaan penyaring. Uji diagnostic DM dilakukan untuk mereka yang menunjukan gejala atau tanda DM. Sedangkan pemeriksaan penyaring bertujuan untuk mengidenfikasi mereka yang tidak bergejala tetapi memilliki resiko DM.
Pemeriksaan penyaring perlu dilakukan pada kelompok dengan resiko tinggi untuk DM, yaitu kelompok usia dewasa tua (>40 tahun), obesitas, tekanan darah tinggi, riwayat keluaraga DM, riwayat kehamilan dengan berat badan lahir bayi >4.000 g, riwayat DM pada kehamilan, dan dislipidemia.
Pemeriksaan penyaring dapat dilakukan dengan pemeriksaan glukosa darah sewaktu, kadar glukosa darah puasa, kemudian dapat diikuti dengan Tes Toleransi Glukosa Oral (TTGO) standar. Untuk kelompok risiko tinggi yang hasil pemeriksaan penyaringnya negatif, perlu pemeriksaan penyaring ulangan tiap tahun. Bagi pasien berusia >45 tahun tanpa faktor risiko, pemeriksaan penyaring dapat dilakukan setiap 3 tahun.
Cara pemeriksaan Tes Toleransi Glukosa Oral (TTGO) adalah :
1.      Tiga hari sebelum pemeriksaan pasien makan seperti biasa.
2.      Kegiatan jasmani sementara cukup, tidak terlalu banyak.
3.      Pasien puasa semalam selama 10- 12 jam.
4.      Periksa glukosa darah puasa.
5.      Berikan glukosa 75 g yang dilarutkan dalam air 250 ml,lalu minum dalam waktu 5 menit.
6.      Periksa glukosa darah 1 jam dan 2 jam sesudah beban glukosa.
7.      Selama pemeriksaan, pasien yang diperiksa tetap istirahat dan tidak merokok.
WHO (1985) menganjurkan pemeriksaan standar seperti ini,tetapi kita hanya memakai pemeriksaan glukosa darah 2 jam saja.
Pemeriksaan Laboratorium :
1.      Pemeriksaan darah. Pemeriksaan darah meliputi : GDS > 200 mg/dl, gula darah puasa >120 mg/dl dan dua jam post prandial > 200 mg/dl.
2.      Urine. Pemeriksaan didapatkan adanya glukosa dalam urine. Pemeriksaan dilakukan dengan cara Benedict ( reduksi ). Hasil dapat dilihat melalui perubahan warna pada urine : hijau ( + ), kuning ( ++ ), merah ( +++ ), dan merah bata  ( ++++ ).
3.      Kultur pus. Mengetahui jenis kuman pada luka dan memberikan antibiotik yang sesuai dengan jenis kuman.
3.1.4 Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik pada klien DM meliputi pemeriksaan fisik umum per sistem dari observasi keadaan umum, pemeriksaan tanda-tanda vital, B1 (Breathing), B2 (Blood), B3 (Brain), B4 (Bladder), B5 (Bowel), B6 (Bone).
A. Keadaan Umum dan Tanda-Tanda Vital
Keadaan penderita, keluhan nyeri, kesadaran, suara bicara, tinggi badan, berat badan (apakah mengalami penurunan) dan tanda – tanda vital. Lemah, letih, sulit bergerak atau berjalan, Kram otot, tonus otot menuru. Gangguan tidur dan istirahat.
Kaji bentuk kepala, keadaan rambut, adakah pembesaran pada leher, telinga kadang-kadang berdenging, adakah gangguan pendengaran, lidah sering terasa tebal, ludah menjadi lebih kental, gigi mudah goyah, gusi mudah bengkak dan berdarah, apakah penglihatan kabur / ganda, diplopia, lensa mata keruh.
B. B1 (Breathing)
Takipnoe pada keadaan istirahat atau dengan aktifitas, sesak nafas, batuk dengan tanpa sputum purulent dan tergantung ada atau tidaknya infeksi, panastesia atau paralise otot pernafasan (jika kadar kalium menurun tajam), RR > 24 x/menit. Adakah sesak nafas, batuk, sputum, nyeri dada. Pada penderita DM mudah terjadi infeksi.
C. B2 (Blood)
Perfusi jaringan menurun, nadi perifer lemah atau berkurang, takikardi / bradikardi, hipertensi atau hipotensi, aritmia, kardiomegalis. Takikardia atau nadi menurun atau tidak ada, perubahan TD postural, hipertensi dysritmia.
D. B3 (Brain)
Sakit kepala, menyatakan seperti mau muntah, kesemutan, lemah otot, disorientasi, letargi, koma dan bingung, stupor / koma, gangguan memori, kekacauan mental, reflek tendon menurun, aktifitas kejang. Terjadi penurunan sensoris, parasthesia, anastesia, letargi, mengantuk, reflek lambat, kacau mental, disorientasi.
F. B4 (Blandder)
Terdapat polifagi, polidipsi, mual, muntah, diare, konstipasi, dehidrasi, perubahan berat badan, peningkatan lingkar abdomen, obesitas. Kekakuan atau distensi abdomen, aseitas, wajah meringis pada palpitasi, bising usus lemah / menurun. Urine encer, pucat, kuning, poliuria (dapat berkembang menjadi oliguria / anuria jika terjadi hipovolemia berat), urine berkabut, bau busuk (infeksi), abdomen keras, bising usus lemah dan menurun.
G. B5 (Bowel)
Hilang napsu makan, mual atau muntah, tidak mengikuti diet, peningkatan masukan glukosa / karbohidrat, penurunan berat badan lebih dari periode beberapa hari/minggu, haus.
H. B6 (Bone)
Penyebaran lemak, penyebaran masa otot, perubahn tinggi badan, cepat lelah, lemah dan nyeri, adanya gangren di ekstrimitas. Tonus otot menurun, penurunan kekuatan otot, ulkus pada kaki, reflek tendon menurun kesemuatan/rasa berat pada tungkai.
Turgor kulit menurun, adanya luka atau warna kehitaman bekas luka, kelembaban dan shu kulit di daerah  sekitar ulkus dan gangren, kemerahan pada kulit sekitar luka, tekstur rambut dan kuku.
3.2 Diagnosa Keperawatan
1.      Kekurangan volume cairan yang berhubungan dengan diuresis osmotic (dari hiperglikemia), kekurangan gastrik berlebihan : diare, muntah yang dibuktikan dengan peningkatan haluan urine, kelemahan ektremitas, penurunan berat badan tiba-tiba, kulit / membrane mukosa kering, turgor kulit buruk. (Doenges,dkk,2012)
2.      Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh yang berhubungan dengan ketidakcukupan insulin (penurunan ambilan dan penggunan glukosa oleh jaringan mengakibatkan peningkatan metabolisme protein atau lemak) yang dibuktikan dengan masukan makanan tak adekuat, kurang minat pada makanan, penurunan badan ; kelemahan ; kelelahan ; tonus otot buruk. (Doenges,dkk,2012)
3.      Resiko tinggi terhadap infeksi yang berhubungan dengan faktor resiko kadar glukosa tinggi, penurunan fungsi leukosit, perubahan pada sirkulasi, dan ISK.
4.      Resiko tinggi perubahan sensori perseptual berhubungan dengan perubahan kimia endogen (ketidakseimbangan glukosa / insulin dan elektrolit).
5.      Kelelahan berhubungan dengan penurunan produksi energi metabolik, perubahan kimia darah, insufisiensi insulin, peningkatan kebutuhan energi, status hipermetabolisme / infeksi.

3.3 Intervensi
Kekurangan volume cairan yang berhubungan dengan diuresis osmotic (dari hiperglikemia), kekurangan gastrik berlebihan : diare, muntah yang dibuktikan dengan peningkatan haluan urine, kelemahan ektremitas, penurunan berat badan tiba-tiba, kulit / membrane mukosa kering, turgor kulit buruk.
Pecencanaan
Tujuan
Intervensi
Rasional
Kondisi tubuh stabil, tanda-tanda vital, turgor kulit, normal dalam waktu 3x24 Jam dengan kriteria hasil :
Pasien menunjukan adanya perbaikan keseimbangan cairan, dengan kriteria ; pengeluaran urine yang adekuat (batas normal), tanda-tanda vital stabil, tekanan nadi perifer jelas, turgor kulit baik, pengisian kapiler baik dan membran mukosa lembab atau basah.
1. Pantau tanda-tanda vital, catat adanya perubahan TD ortostatik








2. Kaji nadi perifer, pengisian kapiler, turgor kulit dan membrane mukosa

3. Pantau masukan dan pengeluaran, catat berat jenis urine



4. Kolaborasi dengan memberikan terapi cairan sesuai dengan indikasi ; normal salin atau setengah normal salin dengan atau tanpa dektrosa. Albumin, plasma, atau dekstran.

1. Hypovolemia dapat dimanisfestasikan oleh hipotensi dan takikardia. Perkiraan berat ringannya hypovolemia dapat dibuat ketika tekanan darah sistolik pasien turun lebih dari 10 mm Hg dari posisi berbaring ke posisi duduk / berdiri.

2. Merupakan indicator dari tingkat dehidrasi, atau volume sirkulasi yang adekuat

3. Memberikan perkiraan kebutuhan akan cairan pengganti, fungsi ginjal dan keefektifan dari terapi yang diberikan

4. Tipe dan jumlah cairan tergantung pada derajat kekurangan cairan dan respon pasien secara individual. Plasma ekspander (pengganti) kadang dibutuhkan jika kekurangan tersebut mengancam kehidupan atau tekanan darah sudah tidak dapat kembali normal dengan usaha-usaha rehidrasi yang telah dilakukan.

Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh yang berhubungan dengan ketidakcukupan insulin (penurunan ambilan dan penggunan glukosa oleh jaringan mengakibatkan peningkatan metabolisme protein atau lemak) yang dibuktikan dengan masukan makanan tak adekuat, kurang minat pada makanan, penurunan badan ; kelemahan ; kelelahan ; tonus otot buruk.
Perencanaan
Tujuan
Intervensi
Rasional
Berat badan dapat meningkat dengan nilai laboratorium normal dan tidak ada tanda-tanda malnutrisi dalam waktu 3x24 jam dengan kriteria hasil :
1. Pasien mampu mengungkapkan pemahaman tentang penyalahgunaan zat, penurunan jumlah intake (diet pada status nutrisi).
2. Mendemonstrasikan perilaku, perubahan gaya hidup untuk meningkatkan dan mempertahankan berat badan yang tepat.
1. Timbang berat badan setiap hari atau sesuai dengan indikasi



2. Tentukan program diet dan pola makan pasien dan bandingkan dengan makanan yang dapat dihabiskan pasien.

3. Auskultasi bising usus, cata adanya nyeri abdomen atau perut kembung, mual, muntahan makanan yang belum sempat dicerna, pertahankan keadaan puasa sesuai dengan indikasi.


4. Kolaborasi dengan pemeriksaan gula darah dengan menggunakan “finger stick”











5. Pantau pemeriksaan laboratorium, seperti glukosa darah, aseton, pH, dan HCO3.

2. Mengkaji pemasukan makanan yang adekuat (termasuk absorbsi dan utilisasinya).
Intervensi

2. Mengidentifikasi kekurangan dan pengimpangan dari kebutuhan terapeutik.


3. Hiperglikemia dan gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit dapat menurunkan motilitas atau fungsi lambung (distensi atau ileus paralitik) yang akan mempengaruhi pilihan intevensi

4. Analisa di tempat tidur terhadap gula darah lebih akurat (menunjukkan keadaan saat dilakukan pemeriksaan) dari pada memantau gula dalam urine (reduksi urine) yang tidak cukup akurat untuk mendeteksi fluktuasi kadar gula darah dan dapat dipengaruhi oleh ambang ginjal pasien secara individual atau adaya retensi urine atau gagal ginjal.

5. Gula darah akan menurun perlahan dengan penggantian cairan dan terapi insulin terkontrol. Dengan pemberian insulin dosis optimal, glukosa kemudian dapat masuk kedalam sel dan digunakan untuk sumber kalori. Ketika hal ini terjadi, kadar aseton akan menurun dan asidosis daat dikoreksi.
Resiko tinggi terhadap infeksi yang berhubungan dengan faktor resiko kadar glukosa tinggi, penurunan fungsi leukosit, perubahan pada sirkulasi, dan ISK.
Perencanaan
Tujuan
Intervensi
Rasional
Infeksi dapat dikurangi atau tidak terjadi dalam waktu 2x24 jam dengan kriteria hasil :
Mengindentifikasi faktor-faktor risiko individu dan intervensi untuk mengurangi potensial infeksi.
1. Observasi tanda-tanda infeksi dan peradangan, seperti demam, kemerahan, adanya pus pada luka, sputum purulen, urine warna keruh atau berkabut.

2. Pertahankan teknik aseptik pada prosedur invasif (seperti pemasangan infus, kateter Folley dan sebagainya) pemberian obat intravena dan memberikan perawatan pemeliharaan. Lakukan pengobatan melalui IV sesuai indikasi.

3. Kolaborasi dengan berikan obat antibiotik yang sesuai.

1. Pasien mungkin masuk dengan infeksi yang biasanya telah mencetuskan keadaan ketoasidosis atau dapat mengalami infeksi nosokomial.

2. Kadar glukosa yang tinggi dalam darah akan menjadi media terbaik bagi pertumbuhan kuman.








3. Penanganan awal dapat membantu mencegah timbulnya sepsis.

3.4 Evaluasi
Evaluasi yang diharapkan pada pasien dengan diabetes mellitus adalah :
1.      Kondisi tubuh stabil, tanda-tanda vital, turgor kulit, normal.
2.      Berat badan dapat meningkat dengan nilai laboratorium normal dan tidak ada tanda-tanda malnutrisi.
3.      Infeksi tidak terjadi
4.      Rasa lelah berkurang atau penurunan rasa lelah
5.      Pasien mengutarakan pemahaman tentang kondisi, efek prosedur dan proses pengobatan.




BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Diabetes melitus (DM) merupakan suatu penyakit dimana terjadi gangguan metabolisme karbohidrat, protein dan lemak. Hal ini diakibatkan oleh kurangnya sensitivitas otot ataupun jaringan terhadap insulin, yang disebut dengan resistensi insulin ataupun oleh kurangnya hormon insulin atau disebut dengan defisiensi insulin.
Terdapat dua jenis penyakit diabetes mellitus, yaitu Diabetes mellitus tipe I (insulin-dependent diabetes mellitus) dan diabetes mellitus tipe II (noninsulin-dependent diabetes mellitus). Etiologi DM Faktor genetik (resistensi insulin), usia (resistensi cenedrung meningkat di usia 65 tahun), obesitas, makan berlebihan, kurang olah raga, stres dan penuaan, riwayat keluarga dengan diabetes. Gejala paling khas pada diabetes mellitus adalah polyuria, polidipsi, polifagi, lemas, berat badan turun, hiperglikemi, dan glukosuria.
Diagnose Keperawatan, 1. Kekurangan volume cairan yang berhubungan dengan diuresis osmotic (dari hiperglikemia), kekurangan gastrik berlebihan : diare, muntah yang dibuktikan dengan peningkatan haluan urine, kelemahan ektremitas, penurunan berat badan tiba-tiba, kulit / membrane mukosa kering, turgor kulit buruk.
2. Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh yang berhubungan dengan ketidakcukupan insulin (penurunan ambilan dan penggunan glukosa oleh jaringan mengakibatkan peningkatan metabolisme protein atau lemak) yang dibuktikan dengan masukan makanan tak adekuat, kurang minat pada makanan, penurunan badan ; kelemahan ; kelelahan ; tonus otot buruk.
3. Resiko tinggi terhadap infeksi yang berhubungan dengan faktor resiko kadar glukosa tinggi, penurunan fungsi leukosit, perubahan pada sirkulasi, dan ISK.



4.2 Saran
Sebagai tenaga kesehatan kita harus memberikan upaya promotive dan prefentive untuk meminimalkan banyaknya penderita DM. Pilihan makanan, faktor genetic atau keturunan, gaya hidup, kebiasaan, latas belakang etnis, dan budaya sangat mempengaruhi kondisi kesehatan terkait DM. Harus bisa mengontrol kadar gula darah diperlukan konsistensi dalam mempertahankan jumlah kalori dan karbohidrat yang dikonsumsi pada setiap sesi makan.

















Daftar Pustaka
Cahya,A. 2013. Asuhan keperawatan DM. Diakses Tanggal 9 Februari 2018. Pk 12:20 dari https://ainicahayamata.wordpress.com/nursing-only/keperawatan-medikal-bedah-kmb/askep-diabetes-melitus/
Doenges,M ,Moorhouse,M ,Geissler, A. 1993. Rencana Asuhan Keperawatan : Pedoman Untuk Perencanaan Dan Pendokumentasian Perawatan Pasien, Ed.3. Alih Bahasa : Kariasa,M ,Sumarwati,M. 2012. Jakarta : ECG
Kowalak,J ,Welsh,W ,Mayer,B. 2003. Buku Ajar Patofisiologi. Alih Bahasa : Hartono,A. 2014. Jakarta : ECG
Mansjoer,A ,Triyani,K ,Savitri, R,Dkk. 2001. Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta : Media Aesculapius
Tambayong,J. 2000. Patofisiologi Untuk Keperawatan. Jakarta : EGC


No comments:

Post a Comment

TERPOPULER

MAKALAH PEMBERIAN INJEKSI INSULIN LENGKAP

PEMBERIAN INJEKSI INSULIN SEMESTER 4 Oleh : Bayu Desicha Fahmi                         (201602008) Riska Oktavia Cahyani  ...